Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Tekstil Tepis Isu PHK Massal Demi Hindari Bayar THR Karyawan

Pengusaha industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menepis kabar PHK jelang Lebaran demi menghindari pembayaran THR.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menepis kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) jelang Lebaran demi menghindari pembayaran tunjangan hari raya (THR).

Ketua Umum API Jemmy Kartiwa mengatakan, perumahan karyawan dan PHK massal terjadi lantaran utilisasi produksi yang masih rendah sehingga kebutuhan tenaga kerja minim. 

"Kalau THR itu tergantung kondisi masing-masing perusahaan. Kami serahkan ke masing-masing, kalau ada [cicil THR] pun bisa di lakukan bipartit," kata Jemmy saat dihubungi, Senin (25/3/2024). 

Jemmy tak menutup kemungkinan adanya opsi perundingan antara serikat pekerja dengan pengusaha untuk kesepakatan terkait pembayaran THR. Hal ini mengingat kondisi setiap perusahaan tekstil yang berbeda. 

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Asosasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Farhan Aqil menyebutkan bahwa PHK massal menjelang Lebaran justru memberatkan perusahaan. 

"Saya baru denger ada modus kayak gitu. Kalau ada PHK dan rasionalisasi karyawan itu sebetulnya dampaknya buruk bagi perusahaan," ujarnya ketika dihubungi terpisah. 

Pasalnya, menurut Farhan, untuk menjalankan mesin 100% berproduksi memerlukan biaya lebih dan minimnya pekerja memicu waktu target pengiriman barang menjadi lebih lama.  

Di samping itu, dia optimistis bahwa seluruh pelaku industri akan mematuhi aturan yang berlaku dari Kementerian Ketenagakerjaan terkait pengupahan THR. 

"Namun, setiap perusahaan pasti punya tantangannya masing-masing. Ada yang memang tersendat karena pasar ekspornya melemah atau karena belum pulih akibat banjirnya produk impor dari tahun lalu," terangnya. 

Lebih lanjut, sinyal pemulihan kinerja industri tekstil juga datang dari pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 26/2023 tentang pengaturan impor yang berlaku per 10 Maret 2024 lalu. 

Kebijakan tersebut mulai berdampak pada peningkatan pesanan untuk industri kecil dan menengah (IKM) konveksi pakaian. Menurut dia, hal ini juga akan mendongkrak utilisasi produksi industri hulu tekstil sekitar 3-4 bulan kedepan. 

"Kondisi ini tentunya perlu dijaga supaya industri juga bisa bayar full THR-nya tahun ini," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper