Bisnis.com, JAKARTA – Investor asing menjadi ragu-ragu terhadap obligasi Indonesia karena janji pemilu Presiden terpilih Prabowo Subianto, yakni makan siang gratis, telah memicu kekhawatiran anggaran yang meningkat dan kemungkinan pengeluaran yang berlebihan.
Melansir dari Bloomberg, Kamis (21/3/2024), sebanyak US$1,1 miliar modal asing telah keluar (capital outflow) dari pasar obligasi Indonesia sejak pemungutan suara Pilpres 2024 yang ditutup pada 14 Februari 2024. Dalam 20 hari sejak hari itu, modal asing tercatat rutin keluar selama 16 hari.
Sementara negara-negara tetangga di kawasan regional, seperti Korea Selatan dan India, justru mencatat arus modal asing masuk ke pasar keuangan mereka. Sedangkan Thailand mengalami hal serupa dengan Indonesia, di mana modal asing kabur sejumlah US$502 juta pada periode yang sama.
Janji-janji pemilihan Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan datang, seperti rencana untuk memberikan makan siang dan susu gratis kepada lebih dari 80 juta anak, telah membuat para investor ketar-ketir.
Kekhawatiran tetap terjadi meski petahana Menteri Pertahanan tersebut telah berjanji untuk mempertahankan disiplin fiskal. Pengeluaran belanja untuk program unggulan pasangan Prabowo-Gibran diperkirakan mencapai Rp460 triliun (US$29 miliar), lebih besar dari seluruh defisit anggaran 2023.
Pakar strategi dari Goldman Sachs Danny Suwanapruti, dalam sebuah catatan minggu lalu, mengungkapkan bahwa investor yang menyalurkan modalnya di pasar negara berkembang telah menyatakan kekhawatirannya.
Baca Juga
"Investor menyatakan kekhawatiran mereka atas potensi pelonggaran fiskal oleh pemerintahan baru yang akan datang, karena mereka menjanjikan program makan siang gratis selama kampanye Prabowo-Gibran tanpa perincian tentang bagaimana program tersebut akan dibiayai," tulisnya.
Meskipun ada manfaat kesehatan jangka panjang dari program makan siang sekolah gratis, Direktur Pelaksana untuk strategi makro pasar negara berkembang di GlobalData TS Lombard di London, Jon Harrison mengingatkan penting bahwa ekspansi fiskal dilakukan dengan cara yang berkelanjutan.
“Jadi kita harus mengawasi janji pengeluaran dengan hati-hati," kata Harrison.
Calon Pengganti Sri Mulyani
Kekhawatiran akan konsolidasi fiskal dapat menyebabkan imbal hasil rupiah yang lebih tinggi, yang akan meningkatkan biaya pendanaan untuk pemerintah Indonesia.
Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah minggu ini, begitu pula Federal Reserve (The Fed), dengan para trader masih mencari petunjuk mengenai pergerakan bank sentral di masa depan.
Di bawah Menteri Keuangan Indonesia saat ini, Sri Mulyani Indrawati, defisit anggaran pascapandemi telah secara konsisten melampaui target awal.
Untuk mendanai kebijakan-kebijakan Presiden baru, Sri Mulyani mengatakan bahwa kesenjangan fiskal dapat melebar menjadi 2,45%-2,80% dari produk domestik bruto pada 2025. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan target tahun ini sebesar 2,29%.
Para investor juga akan mengamati dengan seksama pengumuman susunan kabinet di tengah spekulasi bahwa Sri Mulyani akan diganti.
"Dia [Sri Mulyani] sangat kredibel dan dihormati oleh pasar, jadi ada standar yang tinggi untuk sosok penggantinya," tambah Harrison.
Diberitakan sebelumnya, Prabowo-Gibran nampaknya membidik bankir untuk menjadi menteri keuangan (Menkeu), menggantikan Sri Mulyani pada pemerintahan selanjutnya.
Empat nama yang sudah muncul, yakni Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Royke Tumilaar.
Bahkan, tercatat tiga dari empat nama tersebut merupakan mantan Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI), yakni Budi Gunadi, Kartika, serta Royke Tumilaar. Sementara Mahendra Siregar telah lama menjajal kursi kementerian, mulai dari mantan wakil menteri keuangan, perdagangan, hingga wakil menteri luar negeri.