Bisnis.com, JAKARTA – Pasar menantikan keputusan suku bunga acuan bank sentral pekan ini, baik dari Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) maupun pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed.
BI menggelar RDG pada Selasa dan Rabu (19-20 Maret 2024) dan mengumumkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada Rabu.
Sementara itu, FOMC atau komite kebijakan bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) juga menggelar rapat kebijakan pada 19-20 Maret 2024.
Sebelumnya, BI menahan suku bunga acuan atau BI rate di level 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 20-21 Februari 2024.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan keputusan mempertahankan BI rate pada level 6% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran 2,5±1% pada 2024.
Sementara itu, The Fed diperkirakan akan mempertahankan kisaran suku bunga Federal Fund Rate di kisaran 5,25%-5,5% . Para investor sebagian besar memperkirakan bahwa the Fed akan mulai menurunkan suku bunga pada pertemuan Juni atau Juli mendatang.
Baca Juga
Sebagian besar ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan the Fed akan melakukan tiga kali pemangkasan suku bunga pada 2024, dengan langkah pertama dilakukan pada bulan Juni, sejalan dengan proyeksi saat ini.
Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan kepada Kongres bulan ini bahwa bank sentral semakin dekat dengan keyakinan yang dibutuhkan untuk mulai menurunkan suku bunga, mengatakan bahwa mereka "tidak jauh" dari itu ketika mempertimbangkan kekuatan inflasi.
Kepala ekonom FHN Financial Chris Low mengatakan fokus pasar saat ini tertuju pada waktu dimulainya penurunan suku bunga The Fed.
”Bukan berarti The Fed diperkirakan akan memangkas pada pertemuan ini, tetapi petunjuk apa pun yang mungkin ditawarkan oleh Ketua (Jerome) Powell tentang kapan penurunan suku bunga pertama dapat terjadi," kata Low seperti dikutip Reuters, Selasa (19/3/2023).
Analis telah memperingatkan kemungkinan bahwa The Fed mungkin mengisyaratkan prospek kebijakan suku bunga yang tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama (higher for longer), mengingat inflasi yang tinggi baik di tingkat konsumen maupun produsen.
Analis SEB Bank Dana Malas mengatakan data AS baru-baru ini mengindikasikan langkah-langkah bertahap menuju peningkatan risiko inflasi.
"Bahwa jalan menuju 2% akan lurus adalah angan-angan; kemunduran tidak bisa dihindari. Kekuatan disinflasi masih lebih kuat daripada tekanan inflasi,” ujarnya.
Probabilitas penurunan suku bunga AS pada awal Juni telah turun menjadi 56%, dari 75% seminggu sebelumnya. Pasar hanya memperkirakan penurunan 72 basis poin untuk tahun 2024, dibandingkan dengan lebih dari 140 basis poin sebulan yang lalu.
Proyeksi ini membuat imbal hasil Treasury bertenor dua tahun naik 0,9 basis poin menjadi 4,7319%, setelah naik 24 basis poin minggu lalu, sementara imbal hasil 10 tahun naik 2,8 basis poin menjadi 4,332%.
The Fed juga diperkirakan mulai berbicara mengenai rencana memperlambat laju penjualan obligasi mereka, dan diperkirakan mengurangi separuhnya menjadi US$30 miliar per bulan.
Bank Sentral Lain
Sejumlah bank sentral lainnya termasuk di Jepang, Inggris, Swiss, Norwegia, Australia, Taiwan, Turki, Brasil, dan Meksiko juga mengadakan rapat kebijakan pekan ini. Meskipun banyak yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga, masih banyak ruang untuk kejutan.
Bank of Japan (BOJ) diperkirakan mengakhiri periode suku bunga negatif terpanjang dalam sejarahnya pada Selasa, setelah perusahaan-perusahaannya memutuskan kenaikan gaji terbesar dalam 33 tahun terakhir.
Namun, ada kemungkinan bank sentral Jepang tersebut akan menunggu pertemuan bulan April, ketika mereka akan mengeluarkan proyeksi ekonomi terbaru.