Bisnis.com, JAKARTA -- Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia akan berlanjut dan tercatat sebesar US$2,29 miliar pada Februari 2024.
Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi surplus pada Januari 2024 yang sebesar US$2,02 miliar.
Josua memperkirakan, kinerja ekspor pada Februari 2024 akan mengalami penurunan, meski harga komoditas meningkat secara bulanan.
"Kami memperkirakan kinerja ekspor mengalami kontraksi sebesar -2,70% secara bulanan atau -6,34% secara tahunan pada Februari 2024, dibandingkan dengan -8,34% secara bulanan atau -8,06% secara tahunan pada Januari 2024," katanya kepada Bisnis, Kamis (14/3/2024).
Menurut Josua, kinerja ekspor pada Februari 2024 tersebut dipengaruhi oleh permintaan yang lebih rendah, terutama dari China karena adanya libur Imlek.
Namun demikian, Josua mengatakan bahwa kontraksi ekspor tersebut diperkirakan cenderung terbatas, didukung oleh harga CPO dan batu bara yang lebih tinggi pada Februari 2024, dibandingkan dengan Januari 2024 di tengah melemahnya dolar AS.
Baca Juga
"Selain itu, Baltic Dry Index mengalami kenaikan, yang mengindikasikan peningkatan aktivitas perdagangan global," jelasnya.
Lebih lanjut, impor diperkirakan tumbuh secara signifikan secara tahunan karena adanya faktor low-base effect.
Kinerja impor pada bulan Februari 2024 diperkirakan tumbuh 11,08% secara tahunan (year-on-year), dibandingkan dengan 0,36% yoy pada Januari 2024.
"Kenaikan ini disebabkan oleh efek low-base pada Februari 2023, yang disebabkan oleh penurunan impor minyak dan gas [migas] karena harga minyak yang lebih rendah," kata Josua.
Di sisi lain, laju impor secara bulanan diperkirakan turun sebesar -4,46% (month-to-month/mtm) pada Februari 2024, dibandingkan dengan -3,13% mtm pada bulan sebelumnya.
Tren ini kata Josua sejalan dengan penurunan PMI manufaktur Indonesia, yang turun sedikit dari 52,9 menjadi 52,7.