Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengemukakan sejumlah strategi yang diperlukan untuk mengejar target bauran energi baru terbarukan (EBT) 23% pada 2025.
Menurutnya, untuk mencapai target tersebut diperlukan pemetaan potensi EBT per wilayah secara detail.
“Yang ada sekarang datanya itu loh, itu belum detail sehingga kita belum menyasar yang tepat, misal daerah mana genjotnya hidro,” kata Eniya saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (14/3/2024).
Selain memetakan EBT, Eniya menyebut perlunya pengawalan terhadap penambahan 20 gigawatt (GW) pembangkit listrik EBT dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN pada tahun 2024.
Tidak hanya itu, dengan waktu yang hanya 1,5 tahun lagi, Eniya nilai perlu adanya komitmen bersama untuk medongkrak angka bauran EBT. Salah satu komitmen bersama tersebut adalah terjalinnya komunikasi yang baik dari pemerintah dan sektor industri untuk mengawal penurunan emisi guna memperbaiki bauran EBT.
Eniya menuturkan bahwa sektor industri pada dasarnya selalu memperhatikan arahan pemerintah sehingga mereka bisa berkontribusi dalam penurunan emisi.
Baca Juga
“Sekarang industri kan sudah dengan rooftop [PLTS atap] itu sudah mulai terbuka nih untuk memasang PV, sempet beberapa industri kita diskusi di daerah Karawang lah, mereka ingin maksimalkan rooftop yang ada dan sangat memungkinkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan target bauran EBT 23% pada 2025 meleset. Hal ini karena sebagian besar commercial operation date (COD) pembangkit EBT diperkirakan baru bisa dieksekusi 1 tahun setelahnya, selepas 2026 secara bertahap.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, realisasi bauran EBT sepanjang paruh pertama 2023 baru mencapai 12,5% atau jauh dari target yang ditetapkan tahun ini di level 17,9%. Capaian paruh tahun itu tidak banyak bergeser dari torehan sepanjang 2022 dan 2021 masing-masing di level 12,3% dan 12,2%.