Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Bukan tanpa alasan, DJP nyatanya melakukan pemadanan identitas ini sebagai bentuk kebijakan satu data Indonesia.
“Mendukung kebijakan satu data Indonesia dengan mengatur pencantuman nomor identitas tunggal yang terstandardisasi dan terintegrasi dalam pelayanan administrasi perpajakan,” tulisnya, dikutip @kemenkeuri, Senin (11/3/2024).
Masyarakat yang perlu melakukan pemadanan NIK menjadi NPWP merupakan para Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) penduduk, yakni Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki NIK.
Sementara WP OP yang bukan penduduk, WP Badan, dan WP Instansi Pemerintah menggunakan NPWP dengan format 16 digit.
Faktanya, tidak semua warga yang sudah memiliki NIK harus membayar pajak. Kewajiban perpajakan hanya melekat pada orang pribadi yang telah dewasa (berusia mulai 18 tahun) atau sudah menikah dan memilki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Baca Juga
NIK menjadi NPWP telah berlaku sejak 14 Juli 2022 dan akan mulai sepenuhnya terimplementasi pada 1 Juli 2024.
WP diwajibkan untuk melakukan pemadanan NIK dan NPWP, sehingga berbagai layanan administrasi perpajakan akan mensyaratkan penggunaan NIK atau NPWP 16 digit sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hingga 28 Februari 2024, terdapat 61.516.178 NIK yang telah terintegrasi dengan NPWP. Jumlah tersebut mencakup 84,02% dari total target pemadanan sebanyak 73,2 juta.
Di sisi lain, pemerintah telah memperpanjang waktu implementasi NIK menjadi NPWP yang semula hingga 31 Desember 2023, menjadi paling akhir 30 Juni 2024. Dengan demikian, pemerintah mulai menggunakan NIK sebagai NPWP mulai 1 Juli 2024.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2023 tentang Perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.