Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Australia resmi mencabut bea masuk antidumping (BMAD) terhadap impor kertas A4 asal Indonesia. Pencabutan tersebut tetruang dalam keputusan yang dikeluarkan otoritas Australia pada 26 Februari 2024.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso mengatakan, keputusan pencabutan BMAD impor kertas A4 asal Indonesia merupakan hasil rekomendasi dari penyelidikan revocation review oleh Komisi Anti-Dumping Australia yang telah diinisiasi sejak 5 Mei 2023.
Budi mengeklaim bahwa pemerintah Indonesia berhasil meyakinkan pemerintah Australia bahwa pengenaan BMAD terhadap produk kertas A4 impor sudah tidak relevan berdasarkan ketentuan Article VI General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 dan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) lainnya, yaitu Anti-Dumping Agreement.
"Keputusan Australia mencabut pengenaan BMAD sudah sangat tepat, mengingat industri dalam negeri Australia tidak mampu lagi memproduksi kertas yang dijadikan objek pengenaan BMAD," ujar Budi dalam keterangan resmi, Jumat (8/3/2024).
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Natan Kambuno menjelaskan, atas keputusan pencabutan BMAD impor kertas A4 itu, pelaku usaha Indonesia dapat mengajukan permohonan pengembalian atau refund BMAD yang telah dibayarkan kepada pemerintah Australia. Khususnya untuk ekspor kertas ke Australia setelah 5 Mei 2023.
"Diharapkan pelaku usaha dapat mengajukan permohonan pengembalian BMAD apabila terdapat ekspor kertas ke Australia setelah tanggal dimaksud," kata Natan.
Baca Juga
Di sisi lain, Natan mengingatkan para pelaku usaha bahwa pencabutan BMAD tersebut menjadi peluang untuk menggenjot ekspor ke Australia. Oleh karena itu, pengusaha diminta memaksimalkan momentum tersebut untuk meningkatkan daya saing ekspor produk kertas ke Australia.
Sebelumnya, ekspor kertas A4 Indonesia ke Australia telah terpuruk sejak adanya pengenaan BMAD sebesar 14,7 - 59,7% dalam beberapa tahun terakhir. Kemendag mencatat ekspor kertas A4 ke Australia pada 2022 sebesar US$8 juta atau turun lebih dari 50% dibandingkan nilai ekspor pada 2019 sebesar US$19 juta.
"Kolaborasi semua pihak terkait jadi faktor kunci keberhasilan Indonesia untuk menggagalkan pengenaan BMAD tersebut," ucap Natan.