Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prabowo Ingin Naikkan Tax Ratio jadi 16%, Pengamat Bilang Begini

Pengamat pajak buka suara soal rencana Prabowo Subianto menaikkan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau tax-to-GDP ratio menjadi 16%.
Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga di Jakarta, Selasa (5/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga di Jakarta, Selasa (5/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat pajak buka suara usai Capres Nomor Urut 02 Prabowo Subianto yang berencana untuk mengerek rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau tax-to-GDP ratio menjadi 16%.

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai cara cepat untuk mengerek penerimaan pajak adalah dengan menerapkan kebijakan perpajakan, bukan dengan pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN). 

“Contohnya kenaikan tarif [Pajak Pertambahan Nilai/PPN] 1% pada tahun 2022 lalu mampu menghasilkan penerimaan Rp60 triliun,” ungkapnya, Rabu (6/3/2024). 

Selain itu, pengurangan fasilitas dan insentif perpajakan juga dapat menaikkan penerimaan secara singkat, khusus untuk kebijakan yang tidak perlu mengubah undang-undang. 

Fajry juga melihat potensi penerimaan negara yang lebih tinggi dapat dikeruk dengan mengubah beberapa rezim perpajakan final.  

Lebih lanjut, beberapa jenis pajak baru juga perlu dikeluarkan seperti pajak atas harta atau warisan. Begitu pula dengan pajak atas keuntungan dari saham atau capital gain. Dari sisi cukai, juga berperan penting dengan menambah objek cukai yang baru.  

Penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik yang pemerintah canangkan hingga saat ini pun masih belum terwujud. 

Akan tetapi, sebelum mengambil langkah tersebut perlu melihat dampaknya terhadap ekonomi Tanah Air. Jika terlalu agresif, lanjutnya, ekonomi RI berpotensi loyo diikuti dengan  penerimaan pajak yang juga akan loyo.  

“Meski demikian, meski dengan bauran kebijakan di atas menurut saya akan tetap sulit menaikkan tax ratio kalau targetnya terlalu tinggi,” tambah Fajry.

Per 2023, tax ratio tercatat berada di level 10,21%. Masih di bawah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 tax ratio dipatok sebesar 10,7%-12,3% terhadap PDB. 

Terlebih pemerintahan selanjutnya, meski belum resmi, berambisi menaikkan tax ratio setidaknya setara dengan negara tetangga, Thailand, yang sebesar 16,4%. 

Di sisi lain, Fajry berpendapat bahwa pembentukan BPN memang mampu untuk mengerek penerimaan negara. Namun, hal tersebut sulit berdampak pada jangka pendek. 

Untuk melebur Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang saat ini berada di bawah Kementerian Keuangan butuh waktu dan perlu merevisi atau bahkan mengubah undang-undang. 

“Dan dengan jumlah suara partai di oposisi yang lebih besar, sulit untuk lolos. Kecuali, ada partai yang punya suara signifikan pindah haluan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran pun menuturkan masih belum ada pembahasan lebih lanjut terkait rencana ini karena membutuhkan persiapan peraturan UU. 

“Belum ada pembahasan [BPN]. Lagipula perlu persiapan peraturan perundang-undangannya juga,” ujar Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo kepada Bisnis, Selasa (5/3/2024). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper