Sri Mulyani menjelaskan, rendahnya indikator ini salah satunya dipengaruhi oleh adanya beberapa sektor ekonom yang tidak dipajaki, misalnya yang terkait dengan upaya untuk menurunkan tingkat kemiskinan, yaitu pemberlakuan penghasilan tidak kena pajak.
“Indonesia rasio perpajakannya masih rendah kalau kita membandingkannya dengan negara Asean, OECD, negara G20,” katanya.
Selain itu, pemerintah memberikan sejumlah keringan pajak untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, kegiatan produksi, dan konsumsi masyarakat.
Nilai belanja perpajakan Indonesia 2022 tercatat sebesar Rp323,5 triliun atau sebesar 1,65% dari PDB. Angka tersebut secara nominal meningkat sebesar 4,4% dibandingkan nilai belanja perpajakan 2021 yang bernilai Rp310,0 triliun atau 1,83% PDB yang disebabkan oleh mulai pulihnya perekonomian nasional.