Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mencatat sebanyak 37.000 kontainer produk impor ilegal tekstil dan produk tekstil (TPT) masih membanjir pasar domestik sepanjang 2023.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah atau PR besar terkait maraknya impor ilegal yang harus segera dibenahi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
"Berdasarkan perhitungan dengan metode supply diperkirakan impor ilegal TPT di tahun 2023 mencapai 749.000 ton, setara 37.000 kontainer," kata Redma kepada Bisnis, Rabu (6/3/2024).
Adapun, Redma menjelaskan, angka impor ilegel tersebut dihitung dengan melihat volume ketersediaan pasokan TPT dari hulu sampai hilir termasuk data ekspor-impor BPS.
Kemudian, APSyFI membandingkan dengan konsumsi masyarakat berdasarkan Produk Domestic Bruto (PDB). Maka, angka selisih dari supply dan konsumsi masyaraakt disebut sebagai dugaan impor yang tidak tercatat alias ilegal.
Di satu sisi, aturan larangan dan pembatasan (lartas) melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023 telah memenuhi kebutuhan pengusaha untuk mengendalikan impor tersebut.
Baca Juga
"Namun jika Bea Cukai masih belum mau memperbaiki kinerjanya, pasar domestik masih akan terus dibanjiri barang impor ilegal," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, impor ilegal marak terjadi karena adanya penyelundupan yang dilakukan melalui pelabuhan ilegal mulai dari istilah “tikus” hingga besar.
Sebanyak 1.600 bal lebih pakaian bekas hasil impor ilegal dari Malaysia sempat diamankan di pesisir timur Sumatra pada Oktober 2023.
Bea Cukai bahkan sempat menyebut ada ribuan “pelabuhan tikus” yang tersebar dan menjadi hub penyelundupan barang impor ilegal. Hal ini banyak terjadi di wilayah perbatasan negara.