Bisnis.com, JAKARTA - Perekonomian berbagai negara maju pada awal 2024 ternyata tidak baik-baik saja. Hal itu terlihat dari Jepang dan Inggris yang kini telah masuk dalam jurang resesi. Benarkah Indonesia memiliki peluang investasi dari gejolak ekonomi global?
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menuturkan bahwa beberapa lembaga melaporkan kinerja perekonomian negara-negara maju yang tertekan. Hal ini terjadi karena suku bunga yang terus meningkat di beberapa negara dalam waktu yang lebih singkat.
“Jadi pasti mempengaruhi kinerja perekonomian mereka [negara maju], itu yang menyebabkan kenapa proyeksi dan outlook ekonomi bagi banyak negara, terutama G7 itu akan cenderung melemah,” kata Sri Mulyani saat ditemui usai Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2024 (PTIJK) di Jakarta, Selasa (20/2/2024).
Untuk diketahui, perekonomian Jepang telah memasuki resesi setelah Kantor Kabinet Jepang pada Kamis (15/2/2024) melaporkan produk domestik bruto (PDB) secara tahunan telah berkontraksi sebesar 0,4% pada kuartal IV/2023, setelah revisi penurunan sebesar 3,3% pada kuartal sebelumnya.
Adapun, tak hanya masuk dalam resesi, Jepang juga tergelincir dari status negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia.
Bukan cuma Jepang, Inggris juga mengalami resesi pada paruh kedua 2023 dan mencatatkan pertumbuhan yang jauh dari target Perdana Menteri Rishi Sunak.
Baca Juga
Produk domestik bruto (PDB) Inggris mengalami kontraksi sebesar 0,3% dibandingkan kuartal sebelumnya pada kuartal IV/2023. Inggris masuk ke dalam resesi teknis setelah pada kuartal sebelumnya juga mengalami kontraksi 0,1%.
Dampak Resesi Jepang dan Inggris ke RI
Menimbang resesi yang terjadi di Inggris dan Jepang, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menuturkan bahwa hal ini dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan.
“Kontraksi pertumbuhan ekonomi di Inggris dan Jepang yang terjadi pada dua kuartal berturut-turut dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia ke depan,” katanya dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (21/2/2024).
Tak hanya itu, menurutnya eskalasi ketegangan geopolitik juga masih perlu diwaspadai karena berpotensi menyebabkan berlanjutnya gangguan pasokan global, harga pangan dan energi yang meningkat, serta menahan penurunan inflasi global.
Namun di lain sisi, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menuturkan bahwa resesi Inggris dan Jepang masih relatif kecil. Hal ini menimbang perekonomian negara lain malah bertambah.
“Pasti daya beli mereka [Inggris dan Jepang] menurun. Tapi ekspor kita paling gede ke China. Kita beli apa-apa ke China,” tutupnya.
Minimnya dampak resesi dari dua perekonomian negara maju tersebut juga dikatakan oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar. Namun, pihaknya juga sambil memantau dampak dari kedua negara tersebut terhadap sektor keuangan Indonesia.
Perekonomian global juga dinilai mulai menurun, namun masih terjadi divergensi pemulihan antar negara. Indikator perekonomian menunjukkan pertumbuhan ekonomi termoderasi di beberapa negara, khususnya di Uni Eropa dan China.
Peluang Investasi RI
Walaupun resesi Jepang dapat memberikan tekanan terhadap kinerja ekspor, perlambatan ekonomi di Negeri Sakura dinilai tidak memberikan dampak signifikan dan malah dapat menjadi peluang bagi Tanah Air.
Menurut Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita, saat ini Indonesia perlu melirik negara-negara lain yang perekonomiannya berkinerja dengan baik sebagai calon mitra dagang strategis kedepannya.
Untuk investasi, menurutnya saat ini menjadi momentum tepat untuk menggaet sebanyak-banyaknya investor Jepang, Uni Eropa, dan China ke Indonesia.
“Karena situasi domestiknya terkontraksi, peluang investor Jepang mencari lahan investasi di Indonesia yang pertumbuhannya masih sangat positif tentu semakin besar,” jelasnya.
Senada dengan Ronny, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Andry Asmoro melihat bahwa dari ekonomi Jepang yang melemah, investor akan mencari lokasi investasi yang lebih menguntungkan.
“Katakanlah investasi di Jepang cuma kasih return 3%, di Indonesia kasih 5%-6%, mereka akan meningkatkan investasi ke negara-negara di Asean terutama Indonesia karena memberikan return lebih baik,” jelasnya.
Tak hanya itu, pemerintah melalui satuan tugas (Satgas) Peningkatan Ekspor Nasional menetapkan 12 negara prioritas tujuan ekspor untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi negara mitra dagang utama Indonesia seperti Jepang.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menuturkan bahwa 12 negara prioritas tersebut diantaranya Arab Saudi, Belanda, Brazil, Chile, China, Filipina, India, Kenya, Korea Selatan, Meksiko, UEA, dan Vietnam.
Susiwijono juga melihat bahwa perekonomian Indonesia masih resilien yang ditopang oleh permintaan domestik yang terus tumbuh dan inflasi yang terkendali.