Bisnis.com, JAKARTA – Defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia diperkirakan akan melebar pada tahun ini seiring dengan berlanjutnya perlambatan ekonomi global.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan bahwa perlambatan ekonomi global yang berkepanjangan berisiko memicu penurunan neraca dagang Indonesia.
“Kami memperkirakan transaksi berjalan akan mencatat defisit -1,5% terhadap PDB pada 2024, melebar dari -0,11% pada 2023, tetapi masih dalam tingkat yang terkendali,” katanya, dikutip Minggu (25/2/2024).
Andry memperkirakan prospek aliran modal masuk yang lebih baik dengan adanya peluang penurunan suku bunga global pada tahun ini.
Faktor tersebut dinilai dapat meredam dampak dari defisit transaksi berjalan yang lebih luas.
“Hal ini akan mendukung kinerja neraca pembayaran secara keseluruhan yang juga akan memberikan dukungan terhadap mata uang rupiah,” jelasnya.
Sementara itu, Andry memperkirakan nilai tukar rupiah pada akhir 2024 akan mencapai kisaran Rp15.418 per dolar AS.
Bank Indonesia (BI) mencatat, transaksi berjalan Indonesia pada 2023 mengalami defisit yang terkendali sebesar US$1,6 miliar atau 0,1% dari PDB.
Pada tahun sebelumnya, transaksi berjalan membukukan surplus sebesar US$13,2 miliar dolar AS atau 1,0% dari PDB.
Asisten Gubernur, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyampaikan bahwa perkembangan ini dipengaruhi oleh penurunan surplus neraca perdagangan barang, seiring kondisi perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas, serta permintaan domestik yang kuat.
“Di sisi lain, defisit neraca jasa berkurang sejalan dengan kenaikan jumlah wisatawan mancanegara seiring pemulihan sektor pariwisata yang terus berlangsung,” Katanya.
Dia mengatakan, BI ke depan akan terus mencermati dinamika perekonomian global dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal.