Bisnis.com, YOGYAKARTA - Food and Agriculture Organization (FAO) bersama dengan Kementerian Pertanian (Kementan) sedang berupaya untuk membangun early warning system menimbang kondisi pangan di Indonesia.
Ageng Setiawan Herianto selaku Assistant FAO, Representative for Programme of FAO Indonesia dalam International Conference for Youth in Agriculture 2024 menuturkan perubahan iklim, seperti el nino dapat mempengaruhi pangan Indonesia.
Menimbang kondisi tersebut perlu diantisipasi dengan baik, pihaknya kini sedang dalam pembicaraan untuk membangun early warning system.
“Early warning system itu kan ini berdasar digital ya, teknologi. Kita memiliki series data dari sekian. Maka jika series data itu dibuat modelling, maka diketahui kita akan menderita apa, apa akibatnya, berapa persen penurunannya, kemungkinan itu bisa diprediksi,” terangnya pada Jumat (23/2/2024).
Sebelumnya, Ageng juga menjelaskan bahwa kondisi pangan di Indonesia yang cenderung naik turun. Contohnya, kondisi Indonesia pada tahun 2019-2022 yang terkadang pernah stabil atau swasembada pangan. Namun, setelahnya kondisi Indonesia kembali menurun.
Tak hanya itu, berbagai kondisi yang terjadi di dunia juga mempengaruhi ketahanan pangan di Tanah Air.
Baca Juga
“Kita ingin membangun [early warning system] karena itu bagian dari digital agriculture. Jadi, kalau tidak ditangani dengan baik, akan terjadi dampak yang cukup signifikan. Seperti sekarang ini, kita belum panen besar. Padahal ini sudah agak lambat, mestinya sudah panen sekarang ini."
Upaya ini kemudian diharapkan dapat segera terwujud menimbang persoalan mengenai perubahan iklim di masa depan tidak dapat dihindari. Jika nantinya tidak ditangani dengan baik, maka dinilai akan terjadi dampak yang cukup signifikan.
Berdasarkan catatan Bisnis, komoditas pangan utama dunia yang berasal dari Asia diproyeksikan masih dibayangi sentimen negatif hingga setidaknya semester I/2024. Adapun, komoditas termasuk gandum beras hingga produk kelapa sawit dinilai akan masih terdampak efek El Nino hingga tahun ini.
Beberapa analis, trader dan ekonom memproyeksikan aktivitas pembayaran ekspor pangan di beberapa negara akibat gangguan panen masih terjadi pada 2024.