Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha ritel memproyeksikan kinerja ritel tumbuh dua digit pada periode Ramadan dan Idulfitri 2024.
Staf Ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Yongki Susilo menyebut, prospek pertumbuhan ritel pada Ramadan dan Idulfitri 2024 sebesar 15% secara year-on-year (yoy). Menurutnya, prospek pertumbuhan tersebut masih dalam rentang angka pertumbuhan normal ritel setiap Idulfitri sekitar 13-17% yoy.
"Yang normal bertumbuh double digit 13-17% untuk FMCG [fast moving consumer good]. Kecuali tahun 2022 itu buruk [kinerja ritel]," ujar Yongki saat dihubungi, Jumat (23/2/2024).
Yongki mengakui para pengusaha berharap pertumbuhan kinerja ritel dan manufaktur bisa lebih baik pada tahun ini. Namun, harapan lonjakan pertumbuhan ritel pada Ramadan dan Idulfitri 2024, kata Yongki, harus terganggu dengan adanya risiko inflasi akibat kenaikan harga-harga bahan pokok.
Pengusaha khawatir perkembangan inflasi yang berlarut berisiko melemahkan daya beli masyarakat. Terutama untuk pembelian-pembelian barang-barang fast-moving consumer goods (FMCG).
"Perkembangan inflasi dapat menggoyang daya beli. Semua fokus untuk komoditas, sembako dulu," ucapnya.
Baca Juga
Oleh karena itu, Yongki berharap tidak ada kenaikan ongkos mudik pada tahun ini yang berisiko menguras anggaran untuk konsumsi barang. Harga BBM perlu dijaga untuk mencegah kenaikan ongkos mudik.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani berujar, pemerintah selama ini telah memiliki banyak instrumen pengendalian inflasi. Misalnya, lewat operasi pasar, relaksasi impor pangan hingga mengakomodasi kelancaraan distribusi pangan. Menurutnya, instrumen-instrumen tersebut terbukti cukup efektif mengendalikan inflasi.
"Kami rasa tidak ada kekhawatran besar bahwa inflasi akan meningkat secara out of control pada periode Ramadan, meskipun dalam tingkat suku bunga yang ada saat ini," ujar Shinta saat dihubungi, Rabu (21/2/2024).
Shinta pun memperkirakan risiko inflasi pada periode Ramadan bakal berada di koridor aman. Musababnya, dia merujuk pada inflasi nasional Januari 2024 sebesar 2,57% yoy masih masuk dalam target inflasi 2,5% plus minus 1%.
"Jadi kalau pun naik hingga 40 bps masih tergolong suportif terhadap pertumbuhan," ucapnya.
Kendati begitu, dia menekankan bahwa stabilitas inflasi pada periode Ramadan bakal terjaga dengan catatan tidak ada sumber inflasi lain seperti imported inflation (kenaikan harga di luar negeri) atau cost-push inflation (lonjakan biaya produksi).