Bisnis.com, JAKARTA - Riset Populix membuktikan bahwa 65% warga Indonesia mendukung aksi boikot produk terkait Israel, sejalan dengan kepatuhan terhadap Fatwa MUI No. 83/2023 tentang Hukum Dukungan untuk Perjuangan Palestina.
Head of Social Research Populix Vivi Zabkie menjelaskan bahwa pada survei terhadap 1.058 responden bertajuk 'Understanding Public Sentiment on the Boycotts Movement Amid the Palestine-Israel Dispute' ini, bukan hanya umat muslim yang dimintai pendapat.
Secara terperinci, warga muslim mencapai 87%, disusul umat kristen 7%, katolik 3%, serta hindu, buddha, dan yang tidak menjawab masing-masing 1%. Hasilnya, awareness terhadap isu boikot dan fatwa MUI mencapai 94% dari total.
"Seruan boikot ini sangat kuat, sehingga awareness atas fatwa ini tak hanya dari umat muslim, tapi juga non-muslim. Bahkan, responden non-muslim pun menyatakan dukungan mereka atas boikot. Hal ini mungkin terjadi karena isu ini adalah isu kemanusiaan yang tidak mengenal sekat agama," jelas Vivi dalam pemaparan riset, Rabu (21/2/2024).
Dalam 65% responden yang cenderung setuju dengan isu ini, sebanyak 45% memberikan skor 10 alias sangat mendukung, disusul skor 8 sebanyak 15%, dan skor 9 sebanyak 9%.
Alasan dari kelompok ini utamanya solidaritas kepada Palestina (75%), disusul ekspresi respons terhadap isu kemanusiaan (65%), serta sebagai bentuk protes terhadap agresi militer Israel (56%).
Baca Juga
Sebagai informasi, Fatwa MUI yang dikeluarkan sebagai respons terhadap krisis Gaza pada November 2023. Gerakan global untuk memboikot produk sebagai bentuk protes terhadap dampak hilangnya nyawa manusia pun semakin mendapatkan momentum.
Sementara itu, sebanyak 26% responden yang masih ragu-ragu terkait kepatuhan terhadap fatwa tersebut. Utamanya karena ragu bahwa boikot efektif sebagai upaya menyelesaikan konflik (56%).
Selain itu, responden jenis ini ingin mendapat informasi lebih lengkap sebelum mengambil keputusan (50%) dan percaya pemilihan produk merupakan perkara personal (49%). Terakhir, responden yang menentang isu boikot pun masih ada, tepatnya 9% dari total.
Responden menunjukan penolakan mereka karena kurang yakin terhadap efektivitas boikot, memikirkan pengaruh boikot terhadap kegiatan ekonomi di lingkungan, serta mengekspresikan keinginan untuk memiliki otonomi dalam pemilihan produk.
Di sisi lain, dampak dari gerakan boikot ini sudah mulai dirasakan oleh perusahaan dan juga merek yang dikaitkan mempunyai afiliasi dengan Israel.
Pada kuartal IV/2023, McDonald's menghadapi penurunan total pendapatan secara global sebesar 4% jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Salah satu waralaba restoran terbesar di dunia ini menjadi salah satu target dari gerakan boikot.
Selain itu, penurunan penjualan cukup signifikan terjadi pada merek-merek yang berada di bawah naungan Unilever. Pada kuartal IV/2023, pendapatan Unilever tercatat turun hingga 20% jika dibandingkan kuartal sebelumnya.
Selain pada sisi pendapatan, terjadi juga penurunan pada harga saham yang dialami perusahaan pemegang merek yang terkena dampak boikot seperti Starbucks yang turun hingga 12% selepas munculnya gerakan ini.