Bisnis.com, JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengatakan rel kereta yang bergelombang atau buckling menjadi penyebab kejadian anjlok KA Argo Semeru dan KA Argo Wilis di Petak Jalan Sentolo - Wates pada 17 Oktober 2023.
Investigator IK Perkeretaapian KNKT, Riduan Akbar S menjelaskan insiden KA Argo Semeru dan Argo Wilis terjadi pada KM 520 + 4 jalur hilir petak jalan Stasiun Sentolo - Stasiun Wates pada lengkung 28i dengan radius 397 meter, dan panjang lengkung 845 meter.
Riduan menuturkan, berdasarkan matriks riwayat permasalahan geometri yang diteliti KNKT, pada rentang 10 Maret 2023-17 Oktober 2023, lengkung 28i pada jalan Stasiun Sentolo-Stasiun Wates tersebut kerap mengalami permasalahan terhadap geometri jalan rel yang berulang sampai dengan 23 kali kejadian.
“Tindakan perawatan korektif yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Resor JR 6.3 Wates setiap kali terdapat permasalahan geometri jalan rel di lengkung ini adalah dengan melakukan perbaikan geometri jalan rel dan melakukan pemadatan pada batu ballast rel,” jelas Riduan.
Dia melanjutkan, sebelum insiden anjloknya KA Argo Semeru dan Argo Wilis, satu kereta lain telah melewati jalur tersebut dan melaporkan adanya goyangan keras. Riduan mengatakan KA 571A melewati jalur hilir di KM 520+4 pada pukul 12.54 WIB di hari kejadian.
Berdasarkan investigasi KNKT, masinis KA 571A merasakan adanya goyangan keras saat melintasi jalur tersebut. Informasi tersebut kemudian dilaporkan ke Pusat Kendali dan Pusat Kendali meneruskan informasi ini ke Kepala UPT Resor Jalan Rel 6.3 Wates.
Baca Juga
“Informasi adanya goyangan keras disampaikan oleh Pusat Kendali kepada masinis KA 17 (Argo Semeru) yang berada di stasiun Yogyakarta,” jelas Riduan.
Salah satu penyebab terjadinya rel yang bergelombang di jalur KM 520+4 petak jalan Stasiun Sentolo-Stasiun Wates salah satunya adalah tidak dilakukannya pengaturan temperatur rel dan penentuan jarak celah antar rel di sambungan yang tidak sesuai dengan pedoman perawatan jalan rel.
Dia mengatakan, hal ini menyebabkan jarak pemuaian rel saat kondisi temperatur tertinggi di lintasan saat kondisi cuaca panas tidak dapat diketahui. Padahal, dengan mengetahui hal ini, Riduan mengatakan risiko terjadinya buckling pada rel bisa dimitigasi.
Selain itu, KNKT juga melihat adanya penurunan kekuatan gaya jepit (clamping force) dari penambat rel. Hal tersebut disimpulkan KNKT dari perbedaan jarak tanda gesekan antara kaki rel dengan insulator penambat rel.
Kecepatan KA yang lewat dengan kecepatan rata – rata 80 km/jam sesuai dengan batas kecepatan di lengkung 28i. Meski demikian, KNKT menyebut tidak ada pengurangan batas kecepatan KA saat geometri jalan rel Tengah diperbaiki sebagai tindak lanjut laporan goyangan keras dari KA yang lewat sebelumnya.
“Hal ini menyebabkan meningkatnya gaya tekan rel pada arah longitudinal, ditambah dengan terjadinya penurunan kekuatan gaya jepit dari penambat rel dan gaya tekan arah longitudinal saat rel memuai karena peningkatan temperatur di rel akibat cuaca panas mengakibatkan risiko terjadinya rel Buckling meningkat,” katanya.