Bisnis.com, JAKARTA - Kereta Semi Cepat Jakarta-Surabaya lenyap dari daftar proyek strategis nasional (PSN) pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelang Pemilu 2024.
Proyek ini mulanya digagas pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tepatnya sejak 2014. Waktu itu, Jepang sempat bersaing ketat dengan China untuk melakukan studi kelayakan megaproyek Kereta Semi Cepat.
Proyek ini diawali secara solicited (digagas oleh pemerintah) melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan melakukan studi kelayakan dengan Japan Internasional Corporation Agency (JICA) sebagai donatur.
Berdasarkan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (Ripnas) hanya ada satu trase Kereta Api Cepat sepanjang Pulau Jawa yakni 748 km antara Jakarta–Surabaya. Hadirnya Kereta Semi Cepat diproyeksi bisa memangkas waktu tempuh kedua kota tersebut menjadi 5,5 jam dengan kecepatan rata-rata 160 km/jam.
Mengacu pada Ripnas tersebut, JICA berkenan untuk menalangi biaya dan melakukan studi Kereta Cepat Jakarta Surabaya dengan rencana investasi sebesar Rp100 triliun.
Pada 2018, berdasarkan alasan pertimbangan ekonomi hingga politik membuat pemerintah memutuskan untuk membangun Kereta Cepat Jakarta-Bandung terlebih dahulu sepanjang 150 km yang nilai awal proyeknya senilai Rp67 triliun. Padahal, trase Kereta Cepat Jakarta–Bandung ini tidak masuk dalam Ripnas.
Baca Juga
Proyek tersebut kemudian menjelma menjadi Kereta Semi Cepat Jakarta-Surabaya yang masuk dalam PSN dalam Perpres No. 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres No. 58/2018.
Pada akhir September 2019, proyek ini dikerjakan bersama Pemerintah Jepang melalui JICA dengan penandatangan MoU.
Pemerintah Indonesia melanjutkan pembahasan proyek Kereta Semi Cepat dengan Pemerintah Jepang selang 3 tahun kemudian. Kejelasan proyek tersebut sempat menggantung seiring dengan munculnya pandemi Covid-19 pada 2020.
Pada Juni 2022, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi terbang ke Jepang untuk membahas konsep kereta semi cepat untuk difinalisasi dengan dengan studi kelayakan.
Dalam detail studi kelayakan, pemerintah akan mendalami persoalan realignment terhadap jalur kereta api yang sudah ada. Waktu pelaksanaannya akan berlangsung kurang lebih dua sampai empat tahun.
Selang setahun kemudian, Kemenhub justru menyampaikan adanya usulan penghapusan proyek itu dari PSN tepatnya pada Juli 2023. Alasan utamanya karena proyek tersebut tak kunjung dimulainya pengerjaan proyek di lapangan.