Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) akhirnya mengevakuasi tujuh orang pekerja dari wilayah rawan konflik di Timur Tengah, khususnya di Basra, Irak.
Proses evakuasi pekerja yang dilakukan anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang minyak, gas alam, dan energi dengan lingkup kerja luar neger ini sebagai langkah antisipatif terhadap meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan.
Plt Direktur Utama PIEP, Julius Wiratno menjelaskan bahwa proses evakuasi telah dimulai secara bertahap sejak 19 Juni 2025, menyusul potensi meluasnya konflik antara Iran dan Israel yang dapat berdampak pada keamanan operasional di Irak dan sekitarnya.
“Evakuasi dilakukan melalui jalur darat dari Basra ke Kuwait, yang dinilai lebih aman. Selanjutnya, tujuh perwira [pekerja Pertamina] diterbangkan ke Indonesia dan telah tiba dengan selamat di Jakarta pada 23 Juni,” kata Julius dalam keterangannya, Kamis (26/6/2025).
Terkait dengan pemulangan karyawan ke Indonesia, PIEP sebelumnya telah menjalin komunikasi dan koordinasi erat dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Luar Negeri melalui Direktorat Timur Tengah, KBRI Baghdad dan KBRI Kuwait, serta Kedutaan Kuwait di Jakarta. “Koordinasi juga dilakukan dengan Perlindungan Warga Negara Indonesia [PWNI] untuk memastikan kelancaran evakuasi,” tuturnya.
Sejalan dengan itu, imbuhnya, PIEP juga terus memantau kondisi geopolitik di wilayah operasi, termasuk lapangan West Qurna 1 di Irak yang dikelola bersama PetroChina, serta lapangan MLN di Aljazair.
Julius mengungkapkan bahwa untuk saat ini kegiatan operasional di Aljazair masih berjalan normal berdasarkan hasil kajian risiko, tetapi perusahaan tetap memperhitungkan rute perjalanan paling aman dalam setiap rotasi personel.
Secara keseluruhan, seluruh lapangan di zona operasi PIEP—termasuk di Irak, Aljazair, dan Malaysia—masih beroperasi seperti biasa dengan pengawasan ketat.
“Peningkatan tensi di Timur Tengah dan global menjadi perhatian serius bagi kami. PIEP terus melakukan pemantauan berkala dan penyesuaian strategi mitigasi risiko, termasuk melalui country risk assessment untuk memastikan keberlangsungan bisnis sekaligus keselamatan para perwira kami,” kata Julius.
Adapun, PIEP tak hanya fokus pada teknis evakuasi karyawan tetapi juga memberikan perhatian khusus pada keluarga pekerja.
Syamsu Yudha, Country Manager PT Pertamina Irak EP (PIREP) menerangkan bahwa perusahaan secara intensif menjaga komunikasi dengan keluarga pekerja serta memastikan bahwa setiap anggota keluarga memahami rencana dan tahapan proses evakuasi pekerja.
“Di tengah ketidakpastian, serta terbatasnya jalur komunikasi di lapangan, komunikasi dengan keluarga menjadi hal yang sangat penting. Kami memahami kekhawatiran mereka, dan berupaya menjaga ketenangan para keluarga di Tanah Air,” tuturnya.
Salah satu momen yang menyentuh adalah saat keluarga menerima kabar bahwa para perwira Pertamina di Irak telah melintasi perbatasan dengan selamat. “Itu bukan hanya kabar baik, tapi juga kabar yang menenangkan hati mereka,” ujarnya.
Sebanyak tujuh orang karyawan PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) yang bekerja di Irak berhasil dipulangkan ke Tanah Air. /Istimewa-PIEP
Setali tiga uang, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menegaskan bahwa Pertamina berkomitmen dalam menjaga keselamatan para perwira di luar negeri, khususnya di wilayah konflik di Irak dan Kawasan Timur Tengah lainnya.
“Pertamina memastikan perwira yang bertugas di wilayah Timur Tengah sudah tiba di Indonesia dengan aman,” ujarnya.
Sebagai gambaran, PIEP didirikan berdasarkan kebutuhan untuk mengelola aset-aset internasional dengan fokus utama yaitu mengelola aset luar negeri yang dimiliki Pertamina.
Didirikan pada 18 November 2013, PIEP melakukan inovasi dalam mengakuisisi dan mengelola lapangan migas overseas serta mencari sumber-sumber migas di berbagai negara.
Hingga saat ini, Pertamina telah memiliki aset lapangan migas luar negeri yang tersebar di 11 negara yaitu Aljazair, Malaysia, Irak, Prancis, Italia, Tanzania, Gabon, Nigeria, Kolombia, Angola, dan Venezuela.