Bisnis.com, JAKARTA - PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) buka suara ihwal temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait monopoli penjualan avtur.
Dalam kajiannya, KPPU menyimpulkan pasar penyediaan avtur penerbangan di Indonesia memiliki struktur monopoli dan terintegrasi secara vertikal, mengakibatkan ketidakefisienan pasar dan berkontribusi pada tingginya harga bahan bakar penerbangan atau avtur.
Merespons temuan tersebut, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menyampaikan, perseroan secara konsisten menjaga nilai kepatuhan dengan mengacu pada Keputusan Menteri ESDM No. 17K/10/MEM/2019 mengenai Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.
“Prinsipnya kami menghargai hasil evaluasi dari KPPU,” kata Irto kepada Bisnis, dikutip Kamis (8/2/2024).
Pihaknya juga menjaga nilai kompetitif dengan tingkat harga publikasi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan harga publikasi penyedia bahan bakar di Singapura.
Irto menuturkan, harga jual avtur tak hanya ditentukan dari harga minyak mentah saja, tetapi juga dari kompleksitas penyaluran. Untuk Indonesia, keamanan pasokan menjadi hal yang perlu dipastikan. Sebab, sebagai negara kepulauan, penyaluran avtur ke seluruh bandara hingga ke bandara perintis menjadi tantangan tersendiri.
Baca Juga
Dia mengungkapkan, nilai kompetitif harga avtur milik Pertamina juga setara dan/atau lebih rendah dibandingkan harga jual per liter di negara yang memiliki kemiripan lanskap geografis.
Sebelumnya, KPPU merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan tata kelola penyedia dan pendistribusian avtur. Rekomendasi tersebut telah disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan melalui surat saran dan pertimbangan pada 29 Januari 2024.
“Kami sudah membuat surat resmi kepada Bapak Menko Marves terhadap sikap kami,” kata Ketua KPPU Fanshurullah Asa di Kantor KPPU, Selasa (6/2/2024).
Terdapat dua poin yang direkomendasikan KPPU kepada pemerintah. Pertama, mendorong implementasi open access pada pasar penyediaan dan/atau pendistribusian avtur penerbangan, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Migas dan peraturan pelaksanaannya.
Kedua, mendorong implementasi sistem multi provider avtur penerbangan untuk setiap kelompok kegiatan di bandar udara dengan memperhatikan beberapa kondisi antara lain kesiapan infrastruktur, dan peluang pelaksanaan lelang atau pemilihan atas rekanan.
Selanjutnya, merevisi Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) No. 13/P/BPH MIGAS/IV/2008, serta membuat regulasi teknis oleh BPH Migas terhadap pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan bahan bakar yang sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.
“KPPU berharap dengan adaptasi open access dan sistem multi provider tersebut, persaingan di pasar BBM penerbangan lebih terbuka dan efisien sehingga mampu berkontribusi pada turunnya harga tiket penerbangan,” ujarnya.
Melansir Jurnal Persaingan Usaha, penjualan avtur di Indonesia cenderung monopolistik. Sebab, penjualan avtur didominasi oleh Pertamina. Kendati demikian, Perseroan tidak menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat lantaran monopoli penjualan avtur di Indonesia oleh Pertamina didukung oleh regulasi pemerintah yang memberikan proteksi kepada industri migas dalam negeri.