Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPPU Surati Luhut, Lapor Temuan Monopoli Penjualan Avtur

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyimpulkan bahwa pasar penyediaan avtur di Indonesia memiliki struktur monopoli dan terintegrasi secara vertikal.
Aktivitas pekerja di Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Jumat (25/5/2018)./Bisnis-Nurul Hidayat
Aktivitas pekerja di Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Jumat (25/5/2018)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan tata kelola penyediaan dan pendistribusian bahan bakar penerbangan atau avtur.

Rekomendasi itu seiring temuan kajian KPPU yang menyimpulkan bahwa pasar penyediaan avtur di Indonesia memiliki struktur monopoli dan terintegrasi secara vertikal. Akibatnya, terjadi ketidakefisienan pasar dan berkontribusi pada tingginya harga avtur.

Ketua KPPU Fanshurullah Asa menyampaikan, rekomendasi tersebut telah disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan melalui surat saran dan pertimbangan pada 29 Januari 2024.

“Kami sudah membuat surat resmi kepada Bapak Menko Marves terhadap sikap kami,” kata Ifan, sapaan akrabnya, di Kantor KPPU, Selasa (6/2/2024).

Terdapat dua poin yang direkomendasikan oleh KPPU. Pertama, mendorong implementasi open access pada pasar penyediaan dan/atau pendistribusian avtur penerbangan, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Migas dan peraturan pelaksanaannya.

Kedua, mendorong implementasi sistem multi provider avtur penerbangan untuk setiap kelompok kegiatan di bandar udara dengan memperhatikan beberapa kondisi antara lain kesiapan infrastruktur, dan peluang pelaksanaan lelang atau pemilihan atas rekanan.

Lalu, merevisi Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) No. 13/P/BPH MIGAS/IV/2008, serta membuat regulasi teknis oleh BPH Migas terhadap pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan bahan bakar yang sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. 

“KPPU berharap dengan adaptasi open access dan sistem multi provider tersebut, persaingan di pasar BBM penerbangan lebih terbuka dan efisien sehingga mampu berkontribusi pada turunnya harga tiket penerbangan,” ujarnya. 

Merujuk Jurnal Persaingan Usaha, Selasa (6/2/2024), penjualan avtur di Tanah Air cenderung monopolistik lantaran didominasi oleh PT Pertamina (Persero). Kendati begitu, Perseroan tidak menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat lantaran monopoli penjualan avtur di Indonesia oleh Pertamina didukung oleh regulasi pemerintah yang memberikan proteksi kepada industri migas dalam negeri.

Meski dari segi aspek persaingan usaha pemerintah telah membuka kesempatan kepada badan usaha lain untuk melakukan kegiatan usaha penjualan avtur, melalui Peraturan BPH Migas No.13/2008, persyaratan diatur secara ketat sehingga dapat dikatakan memposisikan Pertamina dalam posisi unggul di bidang usaha penjualan avtur di Indonesia.

Adapun, salah satu pasal yang memberatkan, yakni Pasal 3 ayat 3, di mana pemerintah mewajibkan badan usaha yang melaksanakan penyediaan avtur penerbangan untuk mengutamakan produksi kilang dalam negeri. 

Sebelumnya, Shell Aviation, perusahaan asal Belanda, pada periode Oktober 2007-September 2009 sempat melakukan penjualan avtur di Bandara Soekarno Hatta dan Bandara Juanda, Surabaya. 

Kala itu, Shell Aviation menyewa tangki-tangki avtur milik Pertamina di Bandara Soekarno Hatta. Lantaran memiliki kompetitor, harga jual avtur Pertamina kepada konsumen akhir jauh lebih murah dibandingkan yang ditawarkan oleh kompetitor sejenis di pasar global, seperti Shell Aviation.

Masih merujuk pada jurnal tersebut, pada periode Agustus 2023, Pertamina menjual avtur terendah US$0,87 per liter di Bandara Soekarno-Hatta, dan tertinggi US$1,006 per liter di Bandara Karel Sadsuitubun. 

Sementara itu, Shell Aviation menjual avtur dengan harga terendah US$0,978 per liter di Bandara Seletar, Singapura, dan tertinggi US$2,325/liter di Bandara Labuan Island, Malaysia. 

Sebagai perbandingan, Shell menjual avtur di Bandara Changi seharga US$1,45 per liter, di Bandara Kuala Lumpur seharga US$1,48 per liter, di Bandara Suvarnabhumi Thailand seharga US$1,48 per liter, Bandara Hong Kong seharga US$1,45 per liter, dan di Bandara Narita Jepang seharga US$1,03 per liter. 

Pertamina menjual avtur di bandara Soekarno-Hatta dan Bandara I Gusti Ngurah Rai dengan harga dibawah US$1 per liter.

Shell Aviation kemudian hengkang dari Indonesia. Menurut catatan Bisnis, Minggu (24/2/2019), Ekonom Indef Abra Talattov mengatakan, hengkangnya Shell dari pasar avtur saat itu lantaran tidak bisa menjaga ketersediaan pasokan bahan bakar avtur.

“SA [Shell Aviation] hengkang karena mereka kesulitan mendapat pasokan avtur dengan harga yang kompetitif, akibatnya SA tidak bisa bersaing dengan Pertamina. Belum lagi ada biaya distribusi avtur sampai ke bandara Soetta,” kata Abra kepada Bisnis, Kamis (21/2/2019).

Sementara pihak Shell kala itu enggan memberikan komentar ihwal hengkangnya dari pasar avtur Indonesia.

“Mohon maaf saat ini kami belum bisa berkomentar mengenai hal tersebut,” ujar General Manager External Relations PT Shell Indonesia Rhea Sianipar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper