Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengungkap ancaman kelangkaan bahan baku industri polyester yang akan memicu belasan fasilitas manufaktur berhenti produksi.
Adapun, ancaman ini bersumber dari pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Pemerintah mengubah pengawasan impor dari post-border menjadi border.
Sekretaris Eksekutif APSyFI, Farhan Aqil mengatakan ketentuan dalam beleid tersebut menghambat impor bahan baku polyester yakni Mono Etilen Glikol (MEG). Terlebih, kebutuhan MEG di Indonesia 90% dari impor.
"Kondisi ini membuat 11 industri poliester panik dan terancam stop produksi selama 1-2 bulan kedepan," kata Farhan kepada Bisnis, Rabu (7/2/2024).
Dia menegaskan bahwa hanya ada 1 industri dalam negeri yang memproduksi MEG dan belum mampu memenuhi kebutuhan domestik.
Dalam Hal ini, APSyFI telah berupaya berkomunikasi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk mempercepat proses izin impor dan penambahan pelabuhan bongkar muat.
Baca Juga
"Kabarnya, eksportir negara asal juga tidak mau mengirimkan MEG ini sampai ada kejelasan izin dari pemangku kepentingan," ujarnya.
Farhan menuturkan, kondisi ini menjadi hambatan bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sehingga tidak dapat mengoptimalkan momentum imlek dan lebaran mendatang.
"Juga masih ada stok impor yang masih dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini efek mahalnya biaya logistik untuk produk yang mau masuk ke Indonesia," pungkasnya.