Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan biang kerok masih lesunya kontribusi industri pengolahan atau manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dalam 10 tahun terakhir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi industri pengolahan terhadap PDB sebesar 18,67% sepanjang 2023. Meskipun sumbangsihnya meningkat dari 2022 sebesar 18,34%, tetapi capaian ini lebih rendah dari 2014 yang berkontribusi 21,28%.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi mengatakan terdapat berbagai tantangan internal dan eksternal yang menyebabkan pelemahan kontribusi manufaktur.
"Kelihatannya mungkin yang besar pengaruhnya dari konsumsi, kemungkinan konsumsinya juga agak menurun sehingga berdampak ke pertumbuhan," kata Andi kepada wartawan, Selasa (6/2/2024).
Andi menjelaskan faktor konsumsi dari rumah tangga ataupun pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tampak mengalami pelemahan.
Di sisi lain, faktor impor dan ekspor, hingga kinerja investasi yang juga memengaruhi produktivitas industri pengolahan sehingga menurunkan kontribusi manufaktur terhadap PDB nasional.
Baca Juga
"Dari eksternal, ada juga pasar ekspor [terhambat] karena Rusia-Ukraina dan dampak dari Palestrina Israel juga ada, sehingga menyebabkan permintaan ekspor menurun," tuturnya.
Padahal, tak sedikit komoditas manufaktur yang bergantung pada pasar ekspor. Penurunan konsumsi ekspor menjadi beban bagi industri yang mengandalkan ekspor karena kondisi geopolitik.
"[Tahun 2024 kontribusi manufaktur] harusnya lebih tinggi karena kita punya target 2020-2024 minimal dia rata atau kalau bisa meningkat naik," ujarnya.
Untuk diketahui, dari segi pertumbuhan industri pengolahan nonmigas juga mengalami perlambatan pada 2023 yang tumbuh 4,69%, turun dari tahun 2022 sebesar 5,01%.PS mencatat pertumbuhan industri pengolahan nonmigas 4,69% pada 2023 ditopang oleh industri logam dasar yang tumbuh 14,17%, industri barang galian bukan logam tumbuh 14,11%.