Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha mewaspadai adanya stagnasi daya beli di tengah Purchasing Manager's Index atau PMI Manufaktur Indonesia yang ekspansif.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, inflasi inti yang rendah menunjukkan daya beli masyarakat yang tertahan. Fenomena bukan hanya terjadi di dalam negeri, bahkan permintaan ekspor pun juga diakui sebagai tantangan serius pada tahun ini.
"Tahun 2024 ini bukan tahun yang mudah karena kita lihat juga demand, tidak hanya dari dalam tapi dari luar juga menurun, ekspornya. Ini akan memengaruhi nantinya kepada PMI manufaktur kita juga,"ujar Shinta kepada Bisnis, Kamis (1/2/2024).
Dia menyebut, di dalam negeri, kecenderungan daya beli yang turun bukan hanya terjadi pada kalangan masyarakat ekonomi bawah, tetapi juga ekonomi menengah. Shinta menuturkan, kalangan masyarakat ekonomi menengah bahkan sudah mulai menguras tabungan mereka untuk kebutuhan.
Permintaan yang melandai dari luar negeri, imbuh Shinta, juga menjadi risiko berat bagi kinerja ekspor tahun ini. Apalagi, Indonesia masih mengandalkan sebagian besar pasar ekspor kepada negara-negara maju atau pasar tradisional yang tengah bermasalah dari sisi ekonomi, seperti China dan Amerika Serikat.
"Menurut saya ekspor ini akan tetap berat, ini yang jadi perhatian khusus," tuturnya.
Baca Juga
Adanya bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pada periode awal tahun ini dinilai sebagai upaya untuk mendongkrak daya beli masyarakat ekonomi bawah.
Sementara itu, dari sisi pengusaha, Shinta menyebut, upaya yang dilakukan di tengah daya beli yang tertahan adalah efisiensi biaya produksi. Langkah-langkah strategis yang mungkin dilakukan pengusaha antara lain memangkas komponen biaya besar di dalam aktivitas produksi.
Shinta pun tak menampik efisiensi bisa saja dilakukan pada komponen biaya tenaga kerja dan peralihan ke teknologi berbasis digital.
"Kalau dari segi cost yang bisa di-reduce itu labour cost jadi salah satu yang paling tinggi biasanya," tuturnya.
Shinta menambahkan, pemberian insentif saja tidak cukup untuk mengatasi persoalan tersebut. Pemerintah dianggap perlu untuk konsisten menerapkan regulasi yang mendukung kondisi iklim usaha dan investasi tetap kondusif dengan regulasi yang memudahkan. Alih-alih dengan regulasi populis yang menghambat kegiatan berusaha, seperti pengetatan impor salah satunya.
"Kita enggak bisa business as usual, ini yang kita selalu ingatkan dari segi kondisi iklim usaha itu sendiri," ucapnya.