Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan untuk membangkitkan ekonomi Tanah Air sehingga mampu tumbuh sesuai target BI 5,3% hingga 6,1% pada 2028, Indonesia perlu melakukan hilirisasi pangan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Aida S. Budiman menyampaikan bahwa hilirisasi harus dilakukan pada dua lintasan. Selain hilirisasi minerba, pemerintah juga harus melakukan hilirisasi pangan.
Pada dasarnya tujuan utama dari hilirisasi pangan, yakni menjaga ketahanan pangan, meningkatkan industri makanan dan minuman, serta dalam rangka penyerapan tenaga kerja. Mengingat sektor pertanian masih menjadi penyerap utama tenaga kerja Indonesia.
“Sektor pertanian menyerap 30% dari tenaga kerja,” ungkapnya dalam Peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (31/1/2024).
Aida memaparkan, strategi penguatan hilirisasi pangan diarahkan untuk menjaga stabilitas harga, mendukung pertumbuhan, mendorong ekonomi makin inklusif melalui peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Dari 160 komoditas pangan yang masuk dalam kode HS dua digit HS4, terdapat 60 pangan yang menjadi fokus pemerintah dan BI karena berkontribusi terhadap inflasi.
Baca Juga
Hilirisasi pangan akan fokus pada tujuh komoditas, dengan kriteria yang dapat menjaga inflasi, memiliki dampak pengganda besar, berdaya saing, dan memiliki tingkat serapan tenaga kerja yang tinggi. Tujuh komoditas tersebut adalah beras, aneka cabai, bawang, ikan, sawit, rumput laut, tebu.
Meski demikian, Aida masih melihat adanya masalah yang menghambat implementasi dari hilirisasi pangan.
Mulai dari pelabuhan yang masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, yakni sebesar 43%, armada perikanan yang 90% di antaranya berskala kecil, hingga perlunya pembiayaan untuk meningkatkan hilirisasi dan pemasaran.
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) komoditas pangan atau volatile food menjadi penyumbang utama inflasi di Tanah Air.
Mengambil contoh Desember 2023, inflasi tahunan terbesar terjadi di kelompok makanan minuman dan tembakau, yaitu sebesar 6,18% dan andil 1,6% terhadap inflasi umum (2,61%).
Komoditas yang memberikan inflasi kelompok ini adalah beras andil 0,53%, cabai merah 0,24%, rokok kretek filter 0,17%, cabai rawit andil 0,1%, dan bawang putih memberikan andil 0,08%.
Terpisah, sebelumnya Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia sekaligus Guru Besar Universitas Padjadjaran Ina Primiana menyampaikan saat ini sudah terjadi pergesaran rasio ekspor hilir dan ekspor barang mentah akibat program hilirisasi, bukan hanya minerba.
Sebagai contoh, jelas Ina, untuk ekspor nikel (HS 75) tecatat dari hasil hilirisasi mencakup 99% sementara untuk ekspor bahan mentah hanya 1%.
Begitu pula untuk kelapa sawit, di mana ekspor produk hilir ini mencakup 89% sementara 11% sisanya bahan mentah. Di sisi lain, komoditas rumput laut masih perlu waktu untuk menghasilkan produk hilirisasi lebih banyak.
“Hanya rumput laut yang belum, dia baru pada 2030-an itu baru bisa terbalik, saat ini [produk hilir] masih 33% dan [mentah] 67%,” ungkapnya.