Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Besi dan Baja Anjlok 3,94% Sepanjang 2023, Asosiasi Bicara Soal China

Ekspor baja dan besi Indonesia mengalami penurunan pada tahun lalu. Kondisi ini disebut karena terkait dengan China.
Tanur sembur tradisional di pabrik Salzgitter./Bloomberg
Tanur sembur tradisional di pabrik Salzgitter./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) mengungkap penyebab penurunan ekspor besi dan baja sepanjang 2023 lantaran turunnya harga Baja global yang dipicu lemahnya permintaan. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistic (BPS) ekspor besi dan baja (HS 72) senilai US$26,70 miliar sepanjang 2023 atau mengalami penurunan 3,94% dibandingkan tahun sebelumnya senilai US$28,48 miliar. 

Chairman IISIA, Purwono Widodo mengatakan konflik geopolitik global masih menjadi hambatan terbesar, di samping kondisi ekonomi global yang masih mengalami tekanan. Apalagi, konsumsi baja global bergantung pada konsumsi China yang berperan menyerap lebih dari 50% konsumsi global.

"Penurunan ekspor disebabkan karena penurunan harga baja global yang dipicu permintaan yang mengalami perlambatan akibat kondisi geopolitik hingga laju inflasi global," kata Purwono kepada Bisnis, Jumat (26/1/2024). 

Sepanjang 2023, negara tujuan utama ekspor besi dan baja RI yaitu ke China dengan nilai US$18,34 miliar dengan share 68,67% dari total ekspor komoditas tersebut tahun 2023. 

Nilai ekspor tersebut turun tipis dari tahun 2022 lalu sebesar US$18,97 miliar dengan volume mencapai 8,33 juta ton atau 8,38% dari total ekspor nasional.

Dalam laporan IISIA, penurunan konsumsi besi dan baja China tak lain karena perekonomian China yang masih berada dalam fase transisi struktural sehingga dapat menambah volatilitas dan ketidakpastian. 

Adapun, inflasi di China tercatat masih negatif -0,3% pada December 2023, sedangkan pada kuartal III/2023 pertumbuhan ekonomi China sebesar 4,9% (year-on-year) yang menandakan masih tumbuh positif. Terlebih, PMI manufaktur China berada di zona ekspansif 50,8.

Di sisi lain, konflik geopolitik seperti yang terjadi di Rusia dan Ukraina, Israel dan Palestina, dan wilayah belahan dunia lainnya yang dapat berkontribusi pada kenaikan harga minyak dan fragmentasi geo-ekonomi yang lebih lanjut, yang keduanya merupakan risiko penurunan konsumsi baja di tahun 2024.

Lebih lanjut, Purwono menuturkan, meskipun perang masih berlanjut, sentimen pasar global diperkirakan akan membaik secara perlahan. Selain ekspor, pihaknya pun akan memaksimalkan pasar domestik untuk menggenjot pertumbuhan. 

"Target produksi dan penjualan 2024 diharapkan mengalami pertumbuhan seiring dengan pertumbuhan demand  dan program-program pemerintah dalam mendukung industri baja nasional," tuturnya. 

IISIA memperkirakan konsumsi baja nasional tumbuh 5,2% menjadi 18,3 juta ton pada 2024. Kebutuhan baja tahun ini ditopang permintaan global, pertumbuhan sektor properti, belanja infrastruktur pemerintah, hingga industri pengguna baja otomotif. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper