Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan sejumlah tantangan dalam mengerek penerimaan pajak dan rasio pajak (tax ratio) terhadap produk domestik bruto (PDB).
Suryo menjelaskan di samping telah terdapat sejumlah kebijakan terkait perpajakan, isu data dan informasi masih menjadi tantangan bagi DJP dalam prosesnya. Sebagaimana diketahui, DJP menganut sistem self-assessment bagi wajib pajak.
Dalam proses penyampaikan surat pemberitahuan (SPT) setiap tahunnya, kerap terdapat perbedaan data yang disampaikan dan yang dimiliki DJP.
“Masyarakat melaporkan sendiri pajak yang terhutang, hitung, bayar, lapor sendiri sampai pada posisi mengatakan bahwa ada data infromasi yang belum dilaporkan di SPT. Kalau memang kita nggak menemukan data, laporan SPT itu benar selesai. Kecuali kalau ditemukan data yang lain, ini jadi tantangan,” ungkapnya dalam YouTube resmi DJP, Kammis (25/1/2024).
Hadirnya Undang-Undang (UU) No. 1/2017 tentang Akses Informasi memungkinkan Suryo bersama DJP untuk mengumpulkan informasi dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya di Indonesia, bahkan dari luar negeri.
Artinya, bila DJP menemukan data yang berbeda dengan yang disampaikan oleh wajib pajak, DJP akan mengingatkan hal tersebut kepada WP.
Baca Juga
Meski demikian, DJP masih harus mengolah data dari berbagai sumber, setidaknya untuk 19 juta wajip pajak yang saat ini tercatat.
“Sekarang kami gunakan Sistem Informasi DJP dengan segala macam keterbatasannya, paling tidak data yang ada bisa dijadikan satu dan diformulasikan untuk mengawasi wajib pajak, tantangan berikutnya kalau makin banyak data, otomatis kami memerlukan mesin dengan size lebih gede,” lanjutnya.
Pada pertengahan tahun ini pula, DJP berencana akan menerapkan core tax administration system (CTAS) yang digadang-gadang akan memudahakn WP dalam pelaporan pajak.
Adapun, dalam data APBN Kita Edisi Januari 2024, penerimaan negara dari pajak mencatatkan hattrick karena tiga tahun terakhir melebihi 100%.
Pada 2021 naik 20,1% dibandingkan dengan 2020 (year-on-year/yoy) menjadi Rp1.547,8 triliun, pada 2022 naik 31,4% menjadi Rp2.034,5 triliun. Sementara pada 2023 tembus Rp2.155,4 triliun atau naik 5,9%.