Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendukung pengenaan pajak dan cukai pada rokok elektrik per 1 Januari 2024 sebagai langkah pengendalian konsumsi. Hal ini akan berpotensi meningkatkan harga jual produk tersebut.
Sebab, Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021 menunjukkan prevalensi perokok elektrik naik dari 0,3% (2011) menjadi 3% (2021). Prevalensi perokok remaja usia 13-15 tahun juga meningkat sebesar 19,2%.
Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan konsumsi rokok elektrik telah meningkat signifikan dan kehadirannya tidak lebih baik dari rokok konvesional. Sehingga, penolakan pajak dan cukai rokok elektrik menjadi hal yang tidak masuk akal.
"Justru sebaliknya masyarakat akan tertimpa double burden atau beban kesehatan ganda karena konsumsi rokok elektrik," kata Tulus di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Tulus juga menilai peningkatan konsumsi rokok elektrik di kalangan anak-anak dan remaja Indonesia sudah pada taraf mengkhawatirkan. Tingkat penggunaan oleh anak muda jauh melebihi tingkat penggunaan orang dewasa.
Sebab, rokok elektrik kini disebut menyasar anak-anak melalui media sosial dan influencer, dengan beragam varian rasa yang menjadi kegemaran anak dan remaja.
Baca Juga
"Bahkan beberapa produk tersebut menggunakan karakter kartun dan desain yang apik, sehingga menarik bagi generasi muda," tuturnya.
Padahal, penggunaan rokok elektrik disebut dapat mempengaruhi perkembangan otak sehingga memicu gangguan belajar pada remaja.
Menurut Organisasi Kesehatan dunia (WHO), rokok elektrik yang mengandung nikotin yang membuat ketagihan dan berbahaya bagi kesehatan. Sebab, rokok elektrik menghasilkan zat beracun, yang menyebabkan kanker, meningkatkan risiko gangguan jantung dan paru-paru.
Kandungan Glikol pada rokel akan mengiritasi paru-paru dan mata, serta menimbulkan gangguan saluran pernafasan seperti asma, sesak nafas, hingga obstruksi jalan napas. Adapun, diasetil atau penambah rasa pada rokel berpotensi menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis.
Untuk itu, menurut Tulus, pengendalian konsumsi dalam bentuk fiskal berupa cukai dan pajak sangat diperlukan. Termasuk instrumen pengendalian non fiskal dalam bentuk kawasan tanpa rokok (KTR), larangan iklan, promosi dan sponsorship, serta peringatan kesehatan bergambar.
"Pengenaan cukai dan pajak pada rokok elektrik untuk pengendalian konsumsi wajib didukung. Adalah sesat pikir menolak pajak rokok elektrik, dengan dalih apapun," pungkasnya.
Sebagai informasi, pemerintah melalui Kementrian Keuangan yang memungut Pajak rokok elektrik yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 143/PMK/2023 mengenai Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok, Kemenkeu memungut pajak rokok elektrik per 1 Januari 2024.