Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Ritel Bakal Tumbuh Tipis saat Pemilu, Aprindo Beri Catatan

Aprindo memberikan catatan terkait dengan kinerja ritel yang diprediksi tumbuh tipis saat Pemilu 2024.
Ilustrasi inflasi atau kenaikan harga bahan-bahan pokok. Pelanggan memilih barang kebutuhan di salah satu ritel modern di Depok, Jawa Barat, Minggu (30/7/2023). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Ilustrasi inflasi atau kenaikan harga bahan-bahan pokok. Pelanggan memilih barang kebutuhan di salah satu ritel modern di Depok, Jawa Barat, Minggu (30/7/2023). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) membeberkan proyeksi kinerja ritel akan tumbuh tipis di tahun pemilihan umum (Pemilu) ini.

Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan kinerja ritel pada 2024 diperkirakan akan tumbuh sekitar 3,7% - 3,8% secara year-on-year (yoy). Adapun sebelumnya pada 2023, Aprindo mencatat pertumbuhan ritel sekitar 3,6% (yoy),meleset dari target 4% (yoy).

Menurut Roy, pertumbuhan ritel pada 2024 ini salah satunya didukung oleh konsumsi dari lembaga nonprofit seperti partai politik. Di samping itu, pertumbuhan ritel juga didorong oleh konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah.

"Jadi dengan kata lain ada kontribusi dari pemilu untuk ritel," ujar Roy, Kamis (18/1/2024).

Kendati begitu, Roy menyebut sejumlah faktor perlu dijaga untuk mempertahankan kinerja ritel pada 2024 agar sesuai proyeksi. Faktor pertama yakni pemerintah perlu menjaga kondusivitas politik selama pesta demokrasi. Kebijakan populis, fiskal dan moneter perlu dijaga sebaik mungkin untuk mendukung situasi kondusif.

Namun, Roy menilai kebijakan suku bunga bank Indonesia di level 6% juga dianggap berisiko pada kenaikan bunga kredit bank hingga menekan daya beli dan konsumsi di masyarakat.

Selain itu, pemerintah juga dianggap perlu menjaga pasokan dan harga pangan. Musababnya, dua faktor itu akan berpengaruh langsung pada tingkat inflasi dan daya beli masyarakat.

Lebih lanjut, Roy juga mewanti-wanti soal risiko ketegangan geopolitik yang mengancam kenaikan harga minyak dunia. Apabila harga minyak dunia tahun ini melesat tembus US$100 per barel, kata Roy, secara otomatis akan mengerek biaya logistik dan harga kebutuhan pokok. Apalagi, dengan adanya ketegangan di Timur Tengah dan Laut Merah, ancaman kenaikan harga akan semakin nyata.

"Ini [konflik geopolitik] tidak bisa kita kontrol tapi berdampak pada kita," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper