"Jumlah beras yang berasal dari dalam negeri tidak akan cukup untuk menurunkan harga beras," ujar Syaiful saat dihubungi, Selasa (9/1/2024).
Lebih lanjut, Syaiful menyebut kemampuan Bulog untuk menyerap gabah petani saat panen raya mendatang cenderung rendah. Pasalnya, standar kualitas gabah dan beras yang tinggi dari Bulog akan sulit dipenuhi oleh hasil panen dari petani dan penggilingan padi skala mikro maupun menengah.
"Persyaratan tersebut hanya bisa dipenuhi oleh penggilingan padi besar dan modern," kata Syaiful.
Menyitir data panel harga pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas), Kamis (11/1/2024), rata-rata harga beras premium naik 1,73% menjadi Rp15.270 per kg. Sementara, harga beras medium naik 0,45% menjadi Rp13.350 per kg.
Harga beras saat ini masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah dalam Perbadan No.7/2023 sebesar Rp10.900 - Rp11.800 per kilogram untuk beras medium dan Rp13.900-Rp14.800 per kilogram untuk beras premium.
Penurunan harga beras yang saat ini sedang tinggi diakui cukup sulit untuk dilakukan.
Baca Juga
Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi menyebut bantuan beras belum mampu menekan harga beras ke level semula kendati berhasil menurunkan inflasi beras secara bulanan.
Bayu menjelaskan, harga beras cenderung masih di level yang tinggi disebabkan oleh produksi beras yang masih minim. Menurutnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus produksi beras 2023 pun hanya mencapai 700.000 ton.
"Ini [harga beras yang tinggi] karena produksi [rendah]. Data BPS itu menunjukkan produksi turun," ujar Bayu di Kantor Pusat Perum Bulog, Kamis (11/1/2024).
Bayu membeberkan, sebagai upaya menekan harga beras turun ke bawah, pihaknya terus mendorong penyaluran beras SPHP (stabilisasi pasokan dan harga pangan). Adapun Bulog tahun ini, kata Bayu, menargetkan penyaluran beras SPHP sebanyak 1,2 juta ton atau sekitar 100.000 ton per bulan.
"SPHP kita jual di tingkat komersial tapi dengan harga lebih murah. Ini berusaha untuk narik [harga beras] ke bawah," jelasnya.
Kendati begitu, jumlah SPHP pun masih jauh dari angka konsumsi nasional secara tahunan yang mencapai sekitar 30 juta ton. Di sisi lain, opsi impor beras 2 juta ton tahun ini juga dilakukan Bulog hanya untuk menutupi kekurangan produksi beras di dalam negeri.