Bisnis.com, JAKARTA - Calon presiden (Capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo menanggapi persoalan minimnya bahan baku industri farmasi dan alat kesehatan di Indonesia. Selama ini, 90% kebutuhan bahan baku masih impor.
Menurut Ganjar, jawaban dari segala polemik di industri farmasi dan alat kesehatan (alkes), yaitu pentingnya peningkatan research and development (R&D). Kondisi ini pun telah diperbincangkan oleh Ganjar dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"1% aja Pak kita mulai riset dan development [pengembangan] Indonesia dari PDB [produk domestik bruto], kita dorong kemudian agar biaya risetnya itu mencukupi. Risetnya sudah, Pak di BRIN," kata Ganjar, Kamis (11/1/2024).
Di sisi lain, dia memahami polemik kebutuhan alkes yang tidak diimbangi dengan alokasi anggaran. Sebab, selama menjabat sebagai gubernur selama 10 tahun dan menyusun anggaran, permintaan tertinggi datang dari kebutuhan alkes.
Namun, justru banyak masalah yang juga datang dari industri tersebut. Untuk itu, Ganjar berkomitmen untuk menghentikan dan segera mengatasi situasi minimnya alkes dan bahan baku farmasi di Indonesia.
"Suka tidak suka kita harus memulai kimia dasar, petrokimia," imbuhnya.
Baca Juga
Dia pun menyebut, jika pengembangan industri kimia dasar bisa dimulai segera, maka utang Indonesia yang masih membengkak dapat diminimalisir.
Dalam hal ini, Ganjar juga berkomitmen untuk membangun kawasan industri kesehatan untuk menjadi penopang kemandirian Indonesia terhadap industri alkes dan farmasi. Selain itu, Ganjar juga menyebut pentingnya diplomasi internasional untuk menjadi mitra dagang barang alkes.
"Plasma nutfahnya sudah oke luar biasa, perisetnya yang sudah ada, siapa yang memungut itu dalam meja pengambilan keputusan?" tuturnya.
Adapun, langkah tersebut menjadi jawaban untuk pertanyaan yang disampaikan oleh Ketua Komite Tetap Alat Kesehatan Kadin Indonesia Radin Teguh terkait strategi Ganjar dalam acara 'Dialog Capres 03 Ganjar Pranowo bersama Kadin'.
Radin menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 menjadi pukulan bagi industri farmasi dan kesehatan Indonesia yang 90% bahan baku komponen masih tergantung pada impor.
"Kita ketahui, industri farmasi, kimia dasar, komponen, sangat tergantung kepada industri kimia dasar dan petrokimia. Data di negara tetangga Vietnam mereka punya 29 industri petrokimia, sementara indonesia baru 4," ujarnya.
Sementara itu, riset dan pengembangan khususnya di industri alat kesehatan masih mendapatkan dana riset yang minim, yakni 0,05% dari PDB, sedangkan negara maju lainnya rata-rata mendapatkan 3% dari PDB.