Bisnis.com, JAKARTA - Debat Cawapres yang digelar di JCC Senayan pada 22 Desember 2023, masih menyisakan perdebatan ‘lanjutan’ di ruang publik. Pasalnya, pertanyaan Cawapres Gibran, “bagaimana langkah Gus Muhaimin untuk meningkatkan peringat Indonesia di SGIE”, sempat menimbulkan sedikit ketegangan.
Sebab, pertanyaan tersebut dijawab Gus Imin, “terus terang saya tidak paham SGIE”. Ketidakpahaman ini boleh jadi karena akronim SGIE tidak sepopuler akronim KPU misalnya, tentu akan lebih bijak jika langsung diiringi dengan kepanjangan singkatan tersebut. Kini, SGIE terlanjur viral di media sosial.
Kendati demikian, tulisan ini menghindari turut larut dalam debatebel penggunaan SGIE di perhelatan tersebut. Hal ini lantaran ada yang jauh lebih urgen dibanding memperuncing soal akronim tersebut, yakni tekad pemerintah ingin mewujudkan Indonesia sebagai pusat halal dunia pada 2024.
Pertumbuhan
Pertanyaan yang mengusik nalar kritis, bagaimana strategi pemerintah dalam waktu yang relatif singkat, bisa mewujudkan visi Indonesia sebagai pusat halal dunia, sehingga mampu mengerek peringkat Indonesia di SGIE?
Laporan State of The Global Islamic Economy (SGIE) merupakan laporan hasil survei untuk mengukur total pencapaian perkembangan ekonomi syariah secara global. Laporan SGIE diterbitkan oleh lembaga riset DinarStandard yang berkantor pusat di Dubai Uni Emirat Arab (UEA).
Terdapat sejumlah indikator yang digunakan SGIE untuk memeringkat perkembangan ekonomi syariah, atau yang disebut dengan peringkat Indikator Ekonomi Syariah Global (Global Islamic Economy Indicator/GIEI).
Baca Juga
GIEI mengukur 10 besar terbaik dengan indikator yang meliputi, makanan halal, keuangan syariah, pariwisata halal, fesyen halal, ekonomi kreatif syariah dan farmasi-kosmetik halal.
Pada laporan SGIE 2018-2019, diantara 15 negara yang disurvei, Malaysia menempati peringkat pertama, nyaris untuk semua indikator (overall score 127). Sedangkan Indonesia berada pada rangking kesepuluh, naik satu level dari tahun sebelumnya yang hanya berada di posisi kesebelas.
Ekonomi syariah domestik pada periode itu hanya unggul pada indikator pakaian halal (peringkat 2), pariwisata halal (peringkat 4) dan keuangan syariah (peringkat 10). Komoditas halal selain itu tidak masuk 10 besar, yakni makanan halal, ekonomi kreatif syariah dan farmasi-kosmetik halal.
Sementara itu, perkembangan berikutnya pada laporan SGIE 2022, Malaysia masih bertahan menduduki peringkat pertama untuk semua indikator (overall score 207,2). Kemudian diikuti Arab Saudi (peringkat 2) dan UEA (peringkat 3).
Sedangkan Indonesia mengalami lompatan kenaikan peringkat yang cukup spektakuler dibandingkan 2018-2019. Perkembangan ekonomi syariah nasional pada 2022, berada pada peringkat keempat dengan skor total sebesar 68,5.
Terdapat sejumlah indikator yang mengerek kenaikan peringkat Indonesia secara keseluruhan, yakni makanan halal (peringkat 2), fesyen halal (peringkat 3), keuangan syariah (peringkat 6) dan farmasi-kosmetik (peringkat 9).
Strategi Lompatan
Tampaknya yang perlu disadari, meskipun peringkat Indonesia pada laporan SGIE 2022 mengalami lompatan, namun masih diperlukan ‘ancang-ancang’ lompatan yang lebih tinggi lagi menuju peringkat tiga besar.
Sebab, untuk menggeser Malaysia, Arab Saudi dan UEA tidak mudah. Hal ini mengingat selisih skor total antara Malaysia (207,2), Arab Saudi (97,8), UEA (90,2) dan Indonesia (68,5) lumayan terpaut jauh. Oleh karenanya, diperlukan strategi lompatan tinggi untuk memasuki tiga besar pada 2024.
Terutama yang menjadi prioritas, meningkatkan indikator yang skornya masih rendah, dan tidak masuk tiga besar. Indikator kelompok ini meliputi, keuangan syariah (peringkat 6), farmasi-kosmetik (peringkat 9), wisata ramah muslim (tidak masuk 10 besar), dan ekonomi kreatif syariah (tidak masuk 10 besar). Untuk meningkatkan peringkat indikator ini, diperlukan sejumlah strategi.
Pertama, penguatan keuangan syariah dan infrastrukturnya. Dalam hal ini dibutuhkan program utama yang sifatnya mendesak, yakni dukungan keuangan syariah yang inklusif, penguatan infrastruktur industri halal dan penyusunan indikator dan database indutri halal oleh otoritas data nasional.
Kedua, peningkatan produktifitas dan daya saing. Strategi ini bisa dijalankan melalui program utama antara lain, penguatan halal value chain dan pengembangan sumberdaya manusia yang unggul dan mampu bersaing.
Selain itu, penguatan pelaku industri halal yang mencakup industri/usaha mikro, kecil dan menengah (I/UMKM) dan usaha yang dikelola pesantren. Serta penguatan inkubasi startup bisnis halal berbasis inovasi dan teknologi. Dan didukung peningkatan riset dan inovasi.
Ketiga, penerapan dan penguatan kebijakan/regulasi. Setidaknya ada dua program penting yang bisa dilakukan dalam strategi ini, yakni penguatan industri halal melalui dukungan kebijakan/regulasi yang memiliki kecukupan kemanfaatan, kepastian dan keadilan. Dan penerapan sistem jaminan produk halal, seperti sertifikasi dan traceability produk halal.
Kempat, penguatan merek dan kesadaran halal. Strategi ini harus terus digulirkan secara masif dengan dua program utama, yakni peningkatan preferensi sosial, dan halal lifestyle melalui promosi dan edukasi. Serta penguatan koneksasi hubungan diplomasi perdagangan internasional pada komoditas industri halal.
Dengan demikian, untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia pada 2024, diperlukan sinergi dan kolaborasi banyak pihak, utamanya kementerian terkait, Bank Indonesia (BI), Pemerintah Daerah, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS), Perbankan, OJK dan pelaku industri/usaha halal. Semoga terwujud!