Bisnis.com, JAKARTA — Inpex Masela Ltd. bakal mengandalkan sebagian pembiayaan proyek LNG Abadi Blok Masela lewat trustee borrowing scheme (TBS) untuk mengejar onstream akhir 2029.
Managing Executive Officer, Senior Vice President Asia Projects INPEX, Akihiro Watanabe, mengatakan skema pembiayaan itu terbilang cukup mapan digunakan oleh sejumlah lapangan minyak dan gas (migas) di Indonesia kendati belakangan lembaga pembiayaan mulai mengurangi portofolio mereka di industri fosil.
“Pembiayaan ini sudah berjalan baik di Indonesia digunakan di Bontang, Tangguh dan Arun sebelumnya, kami berencana untuk menggunakan skema pembiayaan yang sama dan saat ini sedang berproses,” kata Watanabe selepas Kick-Off PMT Proyek LNG Abadi Masela di Jakarta, Kamis (28/12/2023).
Skema ini jamak dikenal sebagai mekanisme pinjaman dengan jaminan hasil proyek untuk menurunkan risiko bisnis dalam industri migas di dalam negeri. Lewat skema itu, sebagian risiko ditanggung pemberi pinjaman atau lender.
Di sisi lain, Watanabe mengatakan, pihaknya optimis bakal mendapat pinjaman yang cukup kuat dari lembaga pembiayaan lantaran Proyek LNG Abadi Masela saat ini telah resmi menambahkan fasilitas penangkap karbon atau carbon capture storage (CCS) dalam rencana pengembangan.
“Sekarang kami dengar lembaga pembiayaan sudah cukup nyaman karena kami punya CCS, itu mengapa CCS begitu penting,” tuturnya.
Baca Juga
Di sisi lain, dia mengatakan, Inpex belakangan tengah fokus untuk mengamankan pembeli gas dari Blok Masela. Inpex diketahui telah menghimpun minat dari calom pembeli domestik dan luar negeri dengan kebutuhan gas secara keseluruhan sekitar 25 juta ton per tahun (mtpa).
Beberapa pembeli telah menandatangani letter of intent (LoI), memorandum of understanding (MoU), dan head of agreement (HoA) ihwal kemungkinan pembelian gas dari Lapangan Abadi itu.
“Kami yakin gas dari Masela akan banyak dicari di pasar nanti,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian ESDM membeberkan biaya investasi dan operasi pengembangan proyek LNG Abadi Blok Masela menyentuh di angka US$34,74 miliar setara dengan Rp535,96 triliun (asumsi kurs Rp15.428 per dolar AS).
Perkiraan biaya untuk rencana pengembangan itu meliputi biaya investasi di luar sunk cost sebesar US$20,94 miliar (termasuk di dalamnya investasi CCS sebesar US$1,08 miliar), biaya operasi sebesar US$12,97 miliar dan biaya Abandonment and Site Restoration (ASR) sebesar US$830 juta.
Estimasi anyar itu muncul selepas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyetujui Revisi 2 Rencana Pengembangan Lapangan yang Pertama (POD I) Lapangan Abadi WK Masela pada 28 November 2023.
“Inpex dapat melaksanakan kegiatan pengembangan Lapangan Abadi sesuai PoD,” kata Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, lewat siaran pers dikutip Senin (4/12/2023).
Spesifiknya, Inpex bakal melaksanakan desain dan rekayasa atau front-end engineering and design (FEED) untuk OLNG, FPSO, GEP dan SURF pada 2024, site preparation pada 2025 dan drilling preparation pada 2026.
Seperti diketahui, kontrak kerja sama Blok Masela ditandatangani pada 16 November 1998 untuk jangka waktu 30 tahun dan telah mendapatkan kompensasi waktu 7 tahun serta perpanjangan 20 tahun belakangan.
Dengan demikian, kontrak ladang gas Abadi itu bakal berakhir pada 15 November 2055. Pemegang participating interest Blok Masela saat ini adalah Inpex Masela Ltd (65%) sekaligus sebagai operator, PT Pertamina Hulu Energi Masela (20%), dan Petronas Masela Sdn. Bhd (15%).
Blok Masela merupakan salah satu prospek ladang migas terbesar di Indonesia. Produksinya diperkirakan dapat mencapai 1.600 juta kaki kubik per hari (MMscfd) gas atau setara 9,5 juta mtpa dan gas pipa 150 MMscfd, serta 35.000 barel kondensat per hari (bcpd).