Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mendorong pemerintah untuk memberikan insentif bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) guna mendorong pemulihan kinerja ekspor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kinerja ekspor produk tekstil (HS 59) mencapai senilai US$110,9 juta pada Oktober 2023, lebih rendah dari capaian Oktober 2022 senilai US$178,3 juta.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan permintaan global akan industri TPT masih lemah diiringi dengan situasi ekonomi global yang melesu. Untuk mendorong ekspor, setidaknya pengusaha perlu menekan ongkos produksi.
"Untuk mendorong ekspor, perlu insentif yang lebih besar untuk reduce cost, karena situasi ekonomi global demand yang turun jadi persaingan sisi suplai sangat ketat," kata Redma kepada Bisnis, Sabtu (16/12/2023).
Apalagi, menurut Redma, posisi geografis Indonesia cukup jauh dengan pasar tradisional, sehingga ongkos logistiknya mahal. Maka insentifnya harus dari segi biaya energi dan harga bahan baku primer hasil bumi.
Sementara, jika pemerintah justru melonggarkan impor bahan baku, maka hal tersebut justru membebani industri.
Baca Juga
"Karena dunia sudah bergeser dari global value chain ke arah speed and efficient production, jadi bahan baku sebisa mungkin harus didorong dari dalam negeri," tuturnya.
Lebih lanjut, Redma menuturkan, program hilirisasi yang digencarkan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah industri mesti diikuti dengan penguatan integrasi rantai pasok.
Sedangkan, menurut dia, posisi hilirisasi ini masih banyak celah di industri hulu, antara hingga hilir. "Jadi dorongan hilirisasi harus diikuti kepastian bahan baku lokal dan pasar domestik hingga bisa mendorong ekspor produk hilirnya yang bernilai tambah tinggi," pungkasnya.