Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Harga Minimum Barang di E-Commerce Sulit Diterapkan, Ini Alasannya!

Rencana pemerintah menerapkan aturan harga minimum produk di e-commerce dipastikan sulit diterapkan.
Ilustrasi transaksi e-commerce./ Dok Freepik
Ilustrasi transaksi e-commerce./ Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah menerapkan aturan harga minimum produk di e-commerce sesuai harga pokok produksi (HPP) dianggap masuk akal untuk mencegah predatory pricing, namun implementasinya dipastikan sulit.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki membeberkan tengah mengusulkan kepada kabinet berupa aturan larangan penjualan produk di e-commerce dengan harga murah di bawah harga pokok produksi (HPP). Teten menyebut aturan itu sebenarnya telah diterapkan oleh China untuk mencegah aksi predatory pricing.

Pengamat ekonomi digital, Ignatius Untung mengakui niatan Menteri Teten untuk memberantas predatory pricing di pasar digital tersebut masuk akal. Namun, menurutnya implementasi dan pengawasannya tidak semudah yang dibayangkan.

"Itu barang yang dijual [di e-commerce] kan jumlahnya jutaan, gimana tahunya itu HPP-nya berapa?," ujar Untung saat dihubungi, Jumat (24/11/2023).

Menurutnya, HPP produk tidak bisa dipukul rata, karena masing-masing produsen memiliki HPP tersendiri. Di sisi lain, menurutnya produsen akan cenderung merahasiakan HPP mereka.

"Itu kan dapur orang ya, mereka kan harus berusaha bersaing nah salah satu caranya mereka bersaing adalah merahasiakan HPP dong," ucapnya.

Adapun apabila HPP ditentukan oleh asosiasi, Untung mengatakan tidak semua produsen ataupun industri memiliki asosiasinya tersendiri. Sebaliknya, apabila HPP ditentukan oleh produsen, justru akan sulit menjamin kebenarannya.

"Kalau HPP ditentukan masing-masing produsen, itu dari mana taunya kalau produsennya jujur soal HPP?," ucapnya.

Dia menganalogikan rencana aturan HPP di e-commerce dengan kebijakan standar nasional Indonesia (SNI). Sebagaimana diketahui, pemerintah mewajibkan setiap produk yang dijual di Indonesia memenuhi SNI. Sayangnya, kata Untung, kebijakan SNI pun tidak dibekali dengan mekanisme pengecekan atau validasi label SNI di suatu produk.

"Akhirnya banyak barang beredar dengan logo SNI di kemasannya, apakah dengan logo itu sudah pasti dia [produk] SNI? kan enggak, nyetak logo tulisan SNI kan gampang murah," katanya.

Sebelumnya, Menkop UKM, Teten Masduki mengatakan dirinya akan mencontoh China dalam mengatur perdagangan secara digital. China disebut melarang penjualan produk di e-commerce dengan harga di bawah harga pokok produksi (HPP) suatu produk.

Nantinya, HPP akan ditentukan oleh asosiasi pelaku usaha produk tertentu, alih-alih pemerintah. Teten yakin aturan itu bisa menjadi strategi mencegah praktik dumping maupun predatory pricing suatu produk di e-commerce.

Adapun ihwal pengawasan, Teten mengusulkan adanya denda terhadap pelaku usaha yang menjual produk di bawah HPP. Dengan begitu, produk yang dijual di pasar offline, kata Teten masih bisa bersaing dengan yang dijual di e-commerce.

"Harus ada denda, di China itu 0,1-0,5 omset tahunan, berat sekali. Nah ini nanti akibatnya e-commerce tidak bisa lagi melakukan burning money untuk memperbesar market share mereka," kata Teten usai rapat kerja bersama Komisi VI DPR-RI, Kamis (23/11/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper