Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menungkapkan adanya peluang defisit APBN lebih rendah dari outlook pemerintah, yakni sebesar 2,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Peluang untuk defisit kita lebih rendah dibandingkan dengan 2,3% itu memang terlihat semakin nyata,” ungkapnya dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat (24/11/2023).
Febrio optimistis karena dengan dinamika global yang terjadi saat ini, per Oktober 2023 defisit APBN tercatat sebesar Rp700 miliar atau 0,003% terhadap PDB. Lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu, sebesar 0,88%.
Dirinya menjelaskan pada dasarnya memang dinamika perekonomian global masih terus bergerak sangat dinamis baik geopolitik, pelemahan ekonomi China, gejolak ekonomi di AS dan Eropa, serta perang yang tengah terjadi di Israel maupun Rusia.
Ketidakpastian ini terlihat dari harga komoditas dan suku bunga kebijakan yang mempengaruhi kondisi makro secara global maupun domestik.
Dari sisi penerimaan, lanjut Febrio, beberapa faktor tersebut berdampak bagi penerimaan negara khususnya terkait ekspor impor, di mana kepabeanan dan cukai anjlok 13,6%. Hal tersebut akibat bea keluar (BK) turun hingga 74,4% per Oktober 2023.
Baca Juga
Utamanya untuk BK produk sawit, tembaga, dan bauksit yang masing-masing turun 81,9% (year-on-year/yoy), 31%, dan 88,3%.
Di samping itu, Febrio mengungkapkan bahwa penyaluran belanja tetap kuat dan menopang pemulihan ekonomi dan mendukung konsumsi masyarakat, baik secara natural terjadi dari pertumbuhan ekonominya maupun juga pemerintah.
Pasalnya, tercatat adanya kebutuhan untuk adanya penebalan bantuan sosial (bansos) dalam konteks El Niño dan harga komoditas. Di mana Kementerian Keuangan melanjutkan menambah anggaran untuk bansos pangan, BLT, maupun insentif sektor perumahan.
“Ini menjadi modal bagi APBN kita untuk tetap berfungsi sebagai shock absorber maupun penopang pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat,” lanjutnya.