Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah disarankan untuk meningkatkan eksplorasi minyak dan gas (migas) pada lapangan baru untuk mendongkrak lifting migas nasional.
SKK Migas memperkirakan lifting minyak akhir tahun nanti berada di kisaran 607.500 barel minyak per hari (bopd) dan gas sebesar 5.400 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Adapun, target lifting minyak yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 dipatok di level 600.000 bopd dan gas sebesar 6.160 MMscfd.
Tak tercapainya target lifting tersebut lantaran turunnya produksi sejumlah aset yang dimiliki PT Pertamina (Persero) menjelang tutup tahun ini. Sejumlah aset itu, di antaranya Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) dan Blok Cepu, garapan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL).
“Kalau mau bicara kenaikan produksi, mainnya jangan di lapangan-lapangan yang itu-itu saja, harus dari lapangan baru, skala besar yang masih segar,” kata Ekonom Energi sekaligus pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto saat dihubungi, Rabu (22/11/2023).
Pri menyoroti ihwal penurunan produksi Blok Cepu yang belakangan diidentifikasi akibat naiknya rasio gas atau gas oil ratio (GOR) dan water cut dari lapangan tersebut. Dia menerangkan, naiknya rasio gas itu mengindikasikan turunnya potensi minyak dari salah satu konsesi andalan pemerintah saat ini.
“Kalau lapangan minyak GOR tinggi, artinya porsi minyaknya yang terproduksikan makin kecil, yang naik porsi gas ikutannya, atau analoginya dengan water cut naik, artinya airnya makin banyak,” kata dia.
Baca Juga
Menurut dia, industri hulu migas domestik bakal terus mengalami penurunan dari sisi produksi lantaran karakteristik lapangan yang sudah terlanjur tua saat ini.
“Tanpa ada lapangan besar baru yang ditemukan dan dikembangkan, sulit hulu migas kita bicara menaikkan produksi,” kata dia.
Sebelumnya, Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf menerangkan, faktor utama dari turunnya proyeksi lifting migas itu disebabkan karena titik awal produksi awal 2023 yang sudah terlanjur senjang.
“Di mana sejumlah KKKS sudah terdapat gap produksi karena mundurnya kontribusi realisasi pemboran, workover, well services yang ter-carry foward ke tahun 2023,” kata Nanang saat dihubungi, Rabu (22/11/2023).
Selain itu, Nanang menambahkan, terdapat proyek tertunda yang ikut dibarengi dengan beberapa penghentian operasional atau unplanned shutdown.
Beberapa penghentian operasional itu, di antaranya terkait dengan kebocoran pipa dan power outgage di PT Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES), kebocoran pipa di PHE Offshore North West Java (ONWJ), tanah longsor di Lapangan Kedung Keris milik ExxonMobil Cepu Ltd (EMCL), kendala Train-1 pada KKKS bp.
“Penurunan produksi di PHE OSES terutama disebabkan karena isu power outgage dan kebocoran pipa, sementara Blok Cepu karena kenaikan gas oil ratio dan water cut,” kata dia.