Bisnis.com, JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan melanjutkan tren surplus pada Oktober 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data neraca perdagangan, ekspor, dan impor siang ini, Rabu (15/11/2023).
Berdasarkan data yang dihimpun dari Bloomberg, konsensus ekonom secara rata-rata memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Oktober 2023 mencapai US$2,80 miliar, dengan estimasi tertinggi sebesar US$4,3 miliar dan estimasi terendah defisit sebesar US$240 juta.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2023 akan membukukan surplus sebesar US$3,58 miliar.
Menurut Josua, surplus pada Oktober 2023 sedikit meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar US$3,42 miliar.
Josua mengatakan, pada Oktober 2023, kinerja ekspor dan impor diperkirakan kembali terkontraksi, yang dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas.
Selain itu, risiko inflasi global yang terus berlanjut telah menyebabkan perlambatan ekonomi global, sehingga memicu penurunan aktivitas perdagangan global.
Baca Juga
Hal ini tercermin dari Baltic Dry Index yang mengalami penurunan signifikan sejak pertengahan hingga akhir Oktober 2023.
“Hampir semua komoditas, terutama batu bara dan minyak mengalami penurunan harga. Harga energi global melemah karena kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi AS dan China melebihi dampak konflik geopolitik di Timur Tengah,” katanya kepada Bisnis, Selasa (14/11/2023).
Josua memperkirakan kinerja ekspor Indonesia pada Oktober 2023 diperkirakan mengalami kontraksi sebesar -16,48% secara tahunan (year-on-year/yoy) atau -0,51% secara bulanan (month-to-month/mtm).
Tertahannya ekspor juga tercermin dari PMI manufaktur di China, negara tujuan utama ekspor Indonesia, yang mengindikasikan kontraksi dengan indeks 49,5, sedangkan PMI Manufaktur AS tetap stabil di level 50.
Di sisi lain, Josua memperkirakan kinerja impor Indonesia akan terkontraksi sebesar -10,77% secara tahunan atau -1,54% secara bulanan.
Kondisi tersebut tercermin pada PMI Manufaktur Indonesia yang turun menjadi 51,5, mengindikasikan ekspansi aktivitas pabrik selama 26 bulan berturut-turut, tapi dengan laju yang paling lambat sejak Februari 2023.
Hal ini mengindikasikan pertumbuhan pesanan baru yang lebih lemah dan adanya penurunan penjualan.
Josua berpandangan, pelemahan kinerja ekspor yang dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas akibat melemahnya permintaan global, akan diimbangi oleh kinerja impor yang relatif lebih kuat.
“Ini merupakan dampak dari ketahanan ekonomi domestik yang masih terjaga, didorong oleh permintaan yang kuat di tengah inflasi yang terkendali dan kelanjutan Proyek Strategis Nasional,” katanya.
Pada kesempatan berbeda, Ekonom Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan neraca perdagangan pada Oktober 2023 membukukan surplus sebesar US$2,89 miliar.
Faiz mengatakan, kinerja ekspor Indonesia pada periode tersebut diperkirakan terkontraksi 17,8% secara tahunan, lebih dalam dari kontraksi pada September 2023 sebesar 16,17% yoy.
“Koreksi harga minyak menyebabkan komoditas CPO, batu bara, tembaga, dan alumunium juga terkoreksi. Ini penyebab utama ekspor drop,” katanya.
Sementara itu, Faiz memperkirakan kinerja impor Indonesia pada Oktober 2023 terkontraksi sebesar 8,9% yoy, membaik dari kontraksi bulan sebelumnya sebesar 12,45% yoy.
Faiz mengatakan, perlambatan ekspansi manufaktur dan adanya front loading impor pada kuartal III/2023 untuk barang-barang modal menyebabkan impor pada Oktober 2023 masih kontraksi.
Adapun, pada September 2023, BPS mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$3,42 miliar.
Pada periode tersebut, nilai ekspor tercatat mencapai US$20,76 miliar, lebih tinggi dari nilai impor yang sebesar US$17,34 miliar.
Surplus pada September 2023 terutama berasal dari sektor nonmigas US$5,34 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,92 miliar.
Economist Estimates
Economist | Firm | Estimate (US$ billion) |
Mika Martumpal | Bank Cimb Niaga Tbk PT | 2,32 |
Fikri C Permana | KB Valbury Sekuritas | 3,29 |
Rully Arya Wisnubroto | Pt Mirae Asset Sekuritas Indonesia | 3,40 |
Aldian Taloputra | Standard Chartered Bank | 2,73 |
Krystal Tan | Australia & New Zealand Banking Grp. | 3,30 |
Helmi Arman | Citigroup Securities Indonesia | 1,92 |
Euben Paracuelles | Nomura Singapore Limited | 2,77 |
Miguel Chanco | Pantheon Macroeconomics Ltd | 4,00 |
Wisnu Wardana | Bank Danamon PT | 2,89 |
BNP Paribas SA | 1,60 | |
Brian Tan | Barclays Bank PLC | 3,39 |
Pranjul Bhandari | HK and SH Banking Corp Ltd SP BR | 2,50 |
Sin Beng Ong | JP Morgan Chase Bank NA | 4,30 |
Jeemin Bang | Moodys Analytics Singapore Pte Ltd | 3,00 |
Lionel Priyadi | PT Samuel Sekuritas Indonesia | 2,50 |
Helmy Kristanto | Danareksa Securities PT/Jakarta | 3,00 |
Josua Pardede | PT Bank Permata Tbk | 3,57 |
Juniman Juniman | PT Bank Maybank Indonesia Tbk | 2,47 |
Satria Sambijantoro | PT Bahana Sekuritas | -0,24 |
David E Sumual | Bank Central Asia Tbk PT | 3,18 |
Lavanya Venkateswaran | Oversea-Chinese Banking Corp Limited | 2,90 |