Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Perdagangan Oktober, Ekonom Proyeksi Surplus US$3,58 Miliar

Neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2023 diproyeksikan membukukan surplus sebesar US$3,58 miliar.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2023 akan membukukan surplus sebesar US$3,58 miliar.

Menurut Josua, surplus pada Oktober 2023 sedikit meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar US$3,42 miliar.

Dia mengatakan, pada Oktober 2023, kinerja ekspor dan impor diperkirakan kembali terkontraksi, yang dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas. Selain itu, risiko inflasi global yang terus berlanjut telah menyebabkan perlambatan ekonomi global, sehingga memicu penurunan aktivitas perdagangan global. 

Hal ini tercermin dari Baltic Dry Index yang mengalami penurunan signifikan sejak pertengahan hingga akhir Oktober 2023. 

“Hampir semua komoditas, terutama batu bara dan minyak mengalami penurunan harga. Harga energi global melemah karena kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi AS dan China melebihi dampak konflik geopolitik di Timur Tengah,” katanya kepada Bisnis, Selasa (14/11/2023).

Josua memperkirakan kinerja ekspor Indonesia pada Oktober 2023 diperkirakan mengalami kontraksi sebesar -16,48% secara tahunan (year-on-year/yoy) atau -0,51% secara bulanan (month-to-month/mtm).

Tertahannya ekspor juga tercermin dari PMI manufaktur di China, negara tujuan utama ekspor Indonesia, yang mengindikasikan kontraksi dengan indeks 49,5, sedangkan PMI Manufaktur AS tetap stabil di level 50. 

Di sisi lain, Josua memperkirakan kinerja impor Indonesia akan terkontraksi sebesar -10,77% secara tahunan atau -1,54% secara bulanan.

Kondisi tersebut tercermin pada PMI Manufaktur Indonesia yang turun menjadi 51,5, mengindikasikan ekspansi aktivitas pabrik selama 26 bulan berturut-turut, tapi dengan laju terlambat sejak Februari 2023.

Hal ini mengindikasikan pertumbuhan pesanan baru yang lebih lemah dan adanya penurunan penjualan. Josua berpandangan, pelemahan kinerja ekspor yang dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas akibat melemahnya permintaan global, akan diimbangi oleh kinerja impor yang relatif lebih kuat. 

“Ini merupakan dampak dari ketahanan ekonomi domestik yang masih terjaga, didorong oleh permintaan yang kuat di tengah inflasi yang terkendali dan kelanjutan Proyek Strategis Nasional,” katanya.

Dengan perkembangan tersebut, Josua memperkirakan transaksi berjalan pada akhir 2023 akan mengalami defisit sekitar -0,28% dari PDB, dibandingkan dengan surplus 0,96% dari PDB pada tahun 2022.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper