Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ramai Aksi Boikot Produk Israel, Pengusaha Ritel Ingatkan Hak Konsumen

Pengusaha ritel mewanti-wanti adanya hak konsumen yang harus dilindungi seiring aksi boikot produk pro Israel kian menyeruak.
Pengunjung memilih barang di salah satu outlet di pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta, Rabu (9/11.2022). Bisnis/Himawan L Nugraharn
Pengunjung memilih barang di salah satu outlet di pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta, Rabu (9/11.2022). Bisnis/Himawan L Nugraharn

Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha ritel mewanti-wanti adanya hak konsumen yang harus dilindungi seiring aksi boikot produk pro Israel kian menyeruak di masyarakat.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey berujar bahwa seruan aksi boikot berisiko mengorbankan hak para konsumen. Pasalnya, seruan aksi boikot dapat mengganggu konsumen dalam mengakses produk yang telah menjadi kebutuhannya.

"Jadi hak konsumen itu kan memilih, membeli dan mendapatkan produk. Jika hak itu tidak tercapai, lalu mereka harus bagaimana?," ujar Roy dalam konferensi pers, Rabu (15/11/2023).

Substitusi produk pun, kata Roy, tidak bisa serta-merta dilakukan semua konsumen. Menurutnya, konsumen kecenderungan memiliki produk yang biasa dikonsumsi secara rutin. Mengganti produk dengan alternatif lainnya, memungkinkan ketidakcocokan oleh pengguna.

"Hak konsumen itu perlu dilindungi, itu perlu dijaga marwarhanya," ucapnya.

Di sisi lain, konsumsi masyarakat selama ini menjadi tulang punggung dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Aksi boikot berkepanjangan dipastikan bakal menggerus konsumsi hingga penjualan ritel.

"280 juta penduduk Indonesia belanja makanan-minuman, itu yang berkontribusi ke ekonomi kita sehingga bisa di angka 5% [pertumbuhan ekonomi]," ucapnya.

Dia menjelaskan, 20% produk yang dijual di ritel modern masuk dalam kategori produk FMCG (fast moving consumer goods) seperti makanan, minuman, kebutuhan pokok, menyumbang pendapatan hingga 80%. Sedangkan 80% lainnya merupakan produk di luar kategori FMCG, berkontribusi terhadap 20% pendapatan ritel.

Menurut Roy, apabila terjadi pengurangan konsumsi secara berkepanjangan akibat aksi boikot terhadap produk-produk FMCG, bakal berisiko menurunkan produktivitas ritel. Bahkan, risiko penurunan penjualan ritel bisa mencapai 50%.

Di sisi lain, produsen juga akan terdampak dari aksi boikot berkepanjangan terhadap produk yang diduga Pro Israel. Adapun risiko paling mungkin terjadi, kata Roy adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai upaya efisiensi di tengah penurunan permintaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper