Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) telah menyita dan merampas aset maupun kekayaan para obligor senilai Rp34,6 triliun.
Mahfud mengatakan perolehan rampasan aset maupun kekayaan obligor BLBI itu merupakan hasil sejak Juni 2022 hingga per akhir Oktober 2023. Capaian itu baru mencapai 31,3% dari target sekitar Rp110 triliun.
"Itu berarti 31,38% dari total tagihan yg harus diambil dari pengemplang-pengemplang atau dari para pelaku wanprestasi dalam kasus BLBI ini," ujarnya dikutip dari video pernyataan pers, Senin (13/11/2023).
Mahfud menjelaskan bahwa upaya perampasan atau penyitaan aset maupun kekayaan para obligor BLBI itu merupakan salah satu contoh upaya perampasan aset dari perkara wanprestasi. Seperti diketahui, perkara BLBI tersebut bermula dari perjanjian perdata antara pemerintah dengan swasta.
Sementara itu, lanjutnya, upaya perampasan aset oleh negara juga dilakukan terkait dengan perkara pidana. Contoh paling banyak yakni perampasan aset dengan Undang-undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada perkara pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan lain-lain.
Dengan demikian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menilai perampasan aset khususnya untuk hasil korupsi sudah banyak dilakukan kendati Indonesia masih belum memiliki UU Perampasan Aset.
Baca Juga
Namun demikian, Mahfud menyebut pemerintah telah menyampaikan rancangan UU tersebut kepada DPR pada Mei 2023. Tindak lanjutnya kini tinggal menunggu pembahasan oleh DPR.
"Saya katakan untuk pemerintah, RUU Perampasan Aset sudah selesai prosesnya karena sudah disampaikan ke DPR pada 4 mei 2023. Jadi ini sudah berapa bulan, sudah kita sampaikan. Tetapi karena DPR sibuk itu belum diagendakan untuk dibahas," ucapnya.