Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PP No.51/2023 Terbit, KSPN Sebut Aturan Rumit yang Minim Pengaruh

KSPN menilai kehadiran aturan pengupahan baru (PP) No.51/2023 memiliki perhitungan yang rumit dan minim pengaruh bagi buruh
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menilai aturan pengupahan baru yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 merupakan aturan upah Indonesia yang paling banyak dan paling rumit dibandingkan negara-negara lain. PP ini juga minim pengaruh bagi upah buruh. 

Presiden KSPN Ristadi menyampaikan, regulasi ini tak jauh berbeda dengan PP sebelumnya yakni PP No.36/2021, dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan upah minimum.

“Formulasinya masih berbasis utama kepada variabel inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan indeks tertentu,” kata Ristadi kepada Bisnis, Minggu (12/11/2023).

Dalam Pasal 26 ayat (6) PP tersebut, indeks tertentu merupakan variabel yang berada dalam rentang nilai 0,10 sampai dengan 0,30.  Adapun rentang nilai ini sebelumnya telah digunakan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.

“Variabel indeks tertentu inilah yang memastikan bahwa kenaikan upah minimum pasti jauh dibawah pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, hanya pemerintah yang tahu cara menghitung indeks tertentu yang dijabarkan sebagai kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga dia mempertanyakan dasar dari interval indeks di 0,10-0,30.

Dia menuturkan, interval indeks ini tak berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan upah bahkan justru menjadi salah satu faktor untuk menurunkan persentase kenaikan upah, sebab variabel indeks tertentu dengan rentang 0,10-0,30 dikalikan dengan pertumbuhan ekonomi.

“Serikat pekerja dan pengusaha mana bisa menghitungnya? Lagian kenapa interval indeksnya harus 0,10 - 0,30? Kok tidak 0,30 - 0,90 misalnya? Dasarnya apa coba? Ini seperti rumus akal-akalan saja agar bisa menekan kenaikan upah menjadi rendah,” tuturnya.

Di samping itu, Ristadi menyebut aturan ini juga tidak menjamin akan ada kenaikan upah setiap tahunnya. Hal ini jelas diatur dalam Pasal 26 ayat 9, di mana jika nilai penyesuaian upah minimum lebih kecil atau sama dengan 0, upah minimum yang akan ditetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun berjalan. 

Lalu Pasal 26A, yang mana jika nilai upah minimum tahun berjalan pada wilayah tertentu melebihi rata-rata konsumsi rumah tangga dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada provinsi atau kabupaten/kota, maka penyesuaiannya menghilangkan variable persentase inflasi, maka lanjutnya, nilai kenaikan upah akan lebih rendah.

Kemudian terkait aturan formulasi upah bagi daerah yang belum memiliki upah minimum. Menurutnya, hal tersebut hanya pemerintah yang dapat menghitungnya.

“Jadi banyak aturan perhitungan upah di Indonesia dan sepengetahuan saya ini aturan upah Indonesia yang paling banyak dan paling rumit dibanding negara-negara lain,” tegasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper