Bisnis.com, JAKARTA — DKI Jakarta terancam tenggelam karena adanya laju penurunan tanah di wilayah Cekungan Air Tanah Jakarta belakangan berada di rentang 0,04 centimeter (cm) hingga 6,30 cm per tahun.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menuturkan laju penurunan itu diidentifikasi lewat pengukuran yang dilakukan selama periode 2015 sampai dengan 2022.
Seperti diketahui, pada Cekungan Air Tanah Jakarta telah dilakukan upaya pemantauan air tanah dan penurunan tanah sejak 2014 melalui pendirian Balai Konservasi Air Tanah (BKAT), yang merupakan UPT di bawah Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian ESDM.
"Pelandaian penurunan muka tanah juga teramati pada sumur pantau manual di lokasi kantor Balai Konservasi Air Tanah Jalan Tongkol Jakarta Utara," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid seperti dikutip dari siaran pers, Sabtu (11/11/2023).
Wafid menerangkan data itu menunjukan adanya pelandaian penurunan tanah dibandingkan periode 1997 hingga 2005. Saat itu, laju penurunan tanah berada di rentang 1 cm sampai 10 cm per tahun hingga 15 cm sampai dengan 20 cm setiap tahunnya.
Pemantauan air tanah dilakukan pada 220 lokasi tiap tahun baik pada sumur pantau, sumur produksi, maupun sumur gali, berupa kegiatan pengukuran muka air tanah dan analisis sifat fisika-kimia air tanah.
Baca Juga
Salah satu tujuan kegiatan pemantauan air tanah adalah untuk evaluasi pengendalian pengambilan air tanah sebagai bagian dalam pemberian izin pengusahaan air tanah yang dituangkan dalam bentuk Peta Zona Konservasi Air Tanah.
Laju penurunan tanah yang terjadi di wilayah cekungan air itu menjadi alasan Kementerian ESDM untuk menerbitkan aturan Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.
Pengendalian penggunaan air tanah ini merupakan regulasi yang bertujuan untuk menjaga agar air tanah dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk berbagai keperluan.
Kendati demikian, dia menegaskan, masyarakat (rumah tangga) yang wajib berizin adalah rumah tangga dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 m3 per bulan.
“sebagian besar rumah tangga di Indonesia tidak memerlukan izin, karena pemakaiannya rata-rata hanya 20-30 m3 per bulannya, jauh di bawah 100 meter kubik per bulan. Air sebanyak 100 m3 itu setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter atau setara dengan pengisian 5.000 galon volume 20 liter," kata Wafid.