Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Divestasi Vale (INCO) Berjalan Alot, Ini Saran Akademisi

Divestasi saham Vale menjadi syarat agar kontrak perusahaan tambang yang seharusnya berakhir 30 Desember 2025 itu dapat diperpanjang.
Proses penambangan Nikel PT Vale Indonesia Tbk. di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (28/7/2023)/Bisnis-Paulus Tandi Bone
Proses penambangan Nikel PT Vale Indonesia Tbk. di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (28/7/2023)/Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menegaskan akusisi saham PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) tetap harus dilakukan meski berjalan alot. 

Sebagaimana diketahui proses negosiasi antara Kementerian BUMN, MIND ID, Kementrian ESDM dan Vale Indonesia masih menemui beberapa kendala, sehingga proses akuisisi belum dapat diselesaikan. 

Menurut Fahmy, akusisi saham PT Vale harus dipercepat karena sarat manfaat. Terlebih, menjelang berakhirnya Kontrak Karya (KK) Vale pada 2025 dan akan diperpanjang menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Divestasi saham Vale menjadi syarat agar kontrak perusahaan tambang yang seharusnya berakhir 30 Desember 2025 itu dapat diperpanjang. “Ini menjadi momentum yang tepat untuk melakukan divestasi saham PT Vale,” kata Fahmy dalam keterangan yang dikutip, Sabtu (5/11/2023)

Seperti yang diketahui, Indonesia memegang kepemilikan saham di PT Vale Indonesia, Tbk sebesar 40,46%. Saham itu terdiri dari 20,46% saham melalui Bursa Efek Indonesia sejak 1999 dan 20 persen melalui MIND ID mulai tahun 2020 melalui pengalihan saham milik Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co Ltd.

Apabila divestasi saham 14% selesai, maka MIND ID akan memiliki saham di PT Vale Indonesia, Tbk sebesar 34%. Artinya, kepemilikan saham di Indonesia menjadi sebesar 54,56% atau mayoritas.

Fahmy menilai kepemilikan saham mayoritas PT Vale harus diikuti dengan syarat hak pengelolaan. Dengan demikian, BUMN melalui MIND ID dapat mengontrol proses pengambilan keputusan perusahaan serta mengatur operasional perusahaan sesuai dengan kepentingan negara Indonesia.

Selain itu, dengan kepemilikan saham mayoritas, BUMN akan mendapatkan dividen yang lebih besar. “Perusahaan juga akan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar pada negara dan daerah operasional perusahaan,” ucapnya.

Sementara, polemik divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk dimulai pada 1990. Saat itu, PT Vale Indonesia Tbk melepaskan 20% sahamnya melalui Bursa Efek Indonesia dan menjadi perusahaan terbuka dan bisa diketahui bersama emiten INCO, maka kepemilikan di bursa juga merupakan kepemilikan asing. 

Pemerintah mengakui saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia merupakan pemenuhan divestasi kepada peserta Indonesia. Selanjutnya pada 2014, amendemen kontrak karya PT Vale Indonesia Tbk berkewajiban untuk melakukan divestasi lebih lanjut sebesar 20% sehingga total kepemilikan nasional menjadi 40%.

Pada 2020, tindak lanjut amandemen tersebut dilaksanakan dengan pengalihan kepemilikan 20% saham Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd kepada PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang sekarang menjadi holding BUMN tambang MIND ID. 

Pasal tersebut menyebutkan bahwa kewajiban divestasi saham badan usaha PMA dapat dilakukan kepada WNI atau badan usaha Indonesia yang dimiliki WNI melalui kepemilikan langsung sesuai dengan kesepakatan para pihak atau pasar modal dalam negeri. 

Adapun, berdasarkan laporan bulanan registrasi pemegang efek per Juni 2023, komposisi pemegang saham PT Vale Indonesia sendiri terdiri dari Vale Canada Limited 43,79% MIND ID 20%, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. 15,03%, serta masyarakat atau publik 21,18 %, yang terdiri dari pemodal asing 59,47% dan pemodal nasional 40,53%

Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasfrif menerangkan progres negosiasi divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) masih macet lantaran terkendala pada persoalan business to business dengan Holding BUMN tambang PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID. 

“Ini yang masih tersendat masalah B2B, kalau dari sektor minerbanya sendiri sih sudah tidak ada masalah ya,” kata Arifin di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (3/11/2023). 

Arifin menuturkan kementeriannya berkepentingan untuk dapat mempercepat monetisasi cadangan bijih nikel yang saat ini berada di konsesi INCO saat ini. Dengan demikian, perekonomian daerah dapat ikut terungkit selepas negosiasi divestasi itu rampung. 

Selepas rencana pengembangan seluruh wilayah atau RPSW INCO disetujui Arifin pada April 2023, negosiasi divestasi belakangan lebih banyak dilakukan Holding BUMN tambang PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID dengan INCO. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arlina Laras
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper