Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkapkan, sebanyak 65% produk rumput laut yang diekspor masih berupa bahan mentah atau non olahan.
Padahal, komoditas ini berpotensi diolah menjadi bahan baku industri farmasi, kecantikan, dan lainnya.
“Komoditas unggulan berupa rumput laut bisa menjadi bagian dari program hilirisasi nasional,” kata Teten dalam keterangan resmi, Jumat (3/11/2023).
Dia juga mengungkapkan, impor gandum Indonesia masih cukup besar. Padahal menurut sebuah riset, sebesar 30% gandum dapat disubstitusi dari olahan rumput laut.
Jika potensi tersebut terus dimaksimalkan, maka Wakatobi, Sulawesi Tenggara, sebagai wilayah dengan potensi sektor kelautan yang sangat besar, dapat menjadi penghasil rumput laut nomor satu di dunia.
Teten menuturkan, industri rumput laut secara global diprediksi mampu mencatatkan pertumbuhan tahunan 10,5% dengan pendapatan mencapai US$48 miliar. Angka ini setara Rp734,4 triliun pada 2030.
Baca Juga
“Sedangkan Indonesia adalah produsen rumput laut terbesar kedua di dunia yang menghasilkan 27,86% dari 35,8 juta ton produksi rumput laut dunia,” ungkapnya.
Untuk itu, lanjutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam konsep industrialisasi berusaha melibatkan para pelaku koperasi dan UMKM, sehingga dalam pengolahannya wajib melibatkan pelaku koperasi dan UMKM.
“Jangan yang besar-besar supaya kue ekonomi bisa dinikmati oleh semuanya,” ujarnya.
Adapun pemerintah tengah menyiapkan Indonesia sebagai negara maju di 2045. Untuk masuk ke dalam kategori negara maju, pendapatan per kapita minimal sekitar US$13.000. Sedangkan Indonesia saat ini baru mencapai US$4.500.
“Saat ini 97% lapangan kerja disediakan sektor mikro dan kecil, rata-rata usahanya masih bersifat ekonomi subsisten, hanya memenuhi kebutuhan keluarga dan bersifat informal. Kita bisa gagal menjadi negara maju kalau tidak segera menyediakan lapangan kerja berkualitas. Salah satu program menuju negara maju yaitu, program industrialisasi atau hilirisasi,” pungkasnya.