Bisnis.com, JAKARTA - Presiden China Xi Jinping akan memperketat kontrol pada industri keuangan yuang bernilai US$61 triliun atau sekitar Rp967 kuadriliun dalam pertemuan para pemimpin negara dan bankir terkemuka untuk menentukan arah dalam lima tahun ke depan.
Mengutip Bloomberg, Senin (30/10/23), China akan menjadi tuan rumah dari Financial Policy Conference yang diadakan secara tertutup pada 30-31 Oktober 2023.
“[Konferensi ini] bisa menjadi peristiwa monumental bagi sektor keuangan,” tulis ekonom Bloomberg Intelligence yang dipimpin oleh David Qu, dan menuturkan bahwa sektor properti yang sarat utang dan mengancam sistem keuangan menambah urgensi agenda ini.
Seperti diketahui, tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk mendorong reformasi keuangan yang membantu pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas.
Adapun, stabilitas keuangan menjadi prioritas utama dalam pertemuan ini, karena pihak berwenang berusaha untuk mencegah perekonomian yang lesu dan masalah-masalah di industri properti dapat menyebar lebih luas dalam sektor perbankan.
Pertemuan yang diawasi dengan ketat ini terjadi di saat yang penting bagi China, di tengah meningkatnya pertanyaan mengenai arah politik dan perekonomian negara tersebut.
Baca Juga
Secara rinci, berikut beberapa topik utama yang kemungkinan besar akan menjadi agenda utama.
Kepemimpinan Partai
Xi mungkin akan menggarisbawahi perubahan terkini, dimana pada awal tahun terdapat perubahan pada pengawasan terhadap industri keuangan. Mantan direktur departemen statistik dan analisis PBOC, Sheng Songcheng, menuturkan bahwa Partai Komunis Tiongkok telah menegaskan kendalinya atas sektor keuangan.
“Pertemuan ini tidak diragukan lagi akan menempatkan kepemimpinan Komite Sentral Partai yang menangani semua pekerjaan keuangan pada posisi yang menonjol,” ungkapnya.
Xi juga mendorong industri keuangan untuk memangkas gaji, dengan apa yang disebut oleh salah satu badan tertinggi yakni “hedonistik” untuk mematuhi “kemakmuran bersama”.
Pemimpin China juga semakin meningkatkan pengaruh Partai terhadap sektor keuangan lewat dorongan ideologi, yang mengharuskan bankir untuk mempelajari banyak buku dengan pemikirannya.
Stabilitas & Risiko
Qu juga menuturkan bahwa sangat penting bagi pihak berwenang untuk memberikan arah yang jelas dalam pertemuan ini untuk mengatasi masalah utang dan mencegah krisis. Menurutnya, para regulator mungkin juga berupaya membatasi risiko moral melalui pengawasan yang lebih ketat.
Diketahui dalam setahun terakhir China telah meminta bank-bank besar negaranya untuk memikul sebagian tanggung jawab dengan memberikan dukungan kredit kepada para pengembang yang bermasalah, serta sarana pembiayaan pemerintah daerah. Hal ini memicu peringatan dari beberapa analis bahwa dapat menjadi beban bagi bank-bank yang secara sistematis penting.
Wakil direktur dari lembaga pemikir Shanghai Finance Institute, Liu Xiaochun, menuturkan bahwa China mungkin akan meminta pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam menyelesaikan utang tersembunyi yang ada dan mencegah kewajiban baru yang tidak sah.
Menurutnya, pihak berwenang juga dapat mempercepat reformasi reformasi mekanisme pra-penjualan di pasar dalam negeri, untuk membantu pemulihan.
Reformasi Keuangan
kepala ekonom Tiongkok Raya di Australia & New Zealand Banking Group Ltd, Raymond Yeung, menuturkan bahwa menimbang China kemungkinan besar akan memprioritaskan stabilitas keuangan pada tahun-tahun mendatang, kecil kemungkinan terjadinya reformasi kelembagaan sistem keuangan yang drastis dan berskala besar.
Liu, menuturkan bahwa konferensi tersebut mungkin berakhir pada pembagian tugas yang lebih jelas antara antara bank sentral, Administrasi Regulasi Keuangan Nasional dan Komisi Regulasi Sekuritas China, yang membentuk kerangka pengawasan keuangan.
Menurutnya, bisa juga ada lebih banyak kejelasan mengenai fungsi dari komite stabilitas keuangan, yang diambil alih oleh Komite Keuangan Pusat China yang baru dibentuk dari Dewan Negara.
Melayani Perekonomian
Qu berpendapat bahwa para pembuat kebijakan dapat lebih jauh menanamkan prinsip bahwa sektor keuangan harus melayani perekonomian riil pada pertemuan tersebut dan memberikan paduan mengenai apa yang diperlukan.
Menurutnya, hal tersebut bisa berarti dorongan untuk memberikan lebih banyak pinjaman kepada industri-industri utama seperti teknologi tinggi, energi baru dan perlindungan lingkungan. Inisiatif untuk meningkatkan konsumsi dan sektor jasa mungkin juga dibahas.
Adapun menurut Sheng, pertemuan tersebut dapat mendorong lebih banyak dukungan untuk sektor teknologi tinggi dan di bidang-bidang yang kurang berkembang, seperti proyek pertanian dan air di daerah pedesaan.
Liu juga berpendapat bahwa pihak berwenang mungkin akan memberikan petunjuk untuk lebih membuka sektor keuangan dan meningkatkan tata kelola keuangan, agar dapat mengatasi perubahan dalam politik global dan lingkungan ekonomi.