Bisnis.com, JAKARTA - PT Global Jet Express atau J&T Express Indonesia diduga melakukan pelanggaran hukum terkait degan proses penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) yang tengah digelar induknya, J&T Global Express Limited, di Bursa Hong Kong.
Berdasarkan prospektus IPO, secara tidak langsung Grup J&T mengakui telah menyiasati aturan hukum di Indonesia, khususnya terkait dengan aturan penanaman modal dan aturan pembatasan modal asing untuk perusahaan yang bergerak di bidang jasa kurir.
Perusahaan jasa kurir yang memulai bisnis pertamanya di Indonesia itu pada 2015, beroperasi melalui PT Global JET Express, operator layanan kurir J&T Express Indonesia.
Global JET Express atau J&T Express Indonesia tercatat sebagai perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Pemegang sahamnya adalah PT Cakrawala Lintas Benua dan PT Sukses Indo Investama.
Kedua perusahaan yang disebut terakhir ini dikendalikan oleh Robin Lo dan Effendy dengan kepemilikan saham masing-masing sebesar 50 persen.
Adapun, Global JET Express dinyatakan sepenuhnya dimiliki oleh J&T Global Express melalui Winner Star Holdings Limited (HK). Namun, kendali atas Global JET Express dilakukan melalui perjanjian kontraktual, sehingga Global JET Express dianggap sebagai entitas terafiliasi yang dikonsolidasikan oleh J&T Global Express.
Baca Juga
Manajemen Grup J&T dalam prospektusnya menyebut tidak memiliki saham secara langsung di entitas terafiliasi yang dikonsolidasikan.
"Sesuai dengan perjanjian kontraktual, kami memiliki kendali efektif atas kebijakan keuangan dan operasional entitas terafiliasi yang dikonsolidasikan dan berhak atas seluruh manfaat ekonomi yang diperoleh dari entitas terafiliasi yang dikonsolidasikan," tulis manajemen, dikutip Rabu (25/10/2023).
Skema kepemilikan saham J&T Express Indonesia inilah yang memunculkan dugaan pelanggaran atas praktik pinjam nama alias nominee arrangement yang dilarang oleh Undang-Undang (UU) No. 25/2007 tentang Penanaman Modal.
Pasal 33 beleid tersebut menyebut, penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.
Selain UU Penanaman Modal, Grup J&T juga diduga melakukan perjanjian kontraktual untuk menyiasati ketentuan dalam aturan mengenai penyelenggaraan pos atau jasa kurir.
Dalam prospektusnya, Grup J&T menyadari, Undang-Undang No. 38/2009 tentang Pos yang sebagian telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja membatasi penanaman modal asing sebesar 49 persen untuk perusahaan yang bergerak di bidang jasa jurir.
UU tentang Pos juga mewajibkan perusahaan pos asing untuk bekerja sama dengan penyelenggara pos dalam negeri melalui usaha patungan. Wilayah operasi perusahaan patungan tersebut dibatasi hanya pada ibu kota provinsi.
Menurut manajemen Grup J&T, karena secara praktis dan ekonomis tidak mungkin memisahkan operasi di ibu kota provinsi dan di luar ibu kota provinsi, J&T memilih menjalankan bisnisnya melalui entitas terafiliasi yang dikonsolidasikan, yakni Global Jet Express alias J&T Express Indonesia dan anak usahanya sebagai perusahaan operasional di Indonesia.
Sehubungan dengan adanya pembatasan kepemilikan asing bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa pos, Grup J&T saat ini memegang 100 persen kepemilikan saham kami di Opco Indonesia (J&T Express Indonesia) melalui PT Cakrawala Lintas Benua dan PT Sukses Indo Investama.
J&T Global Express telah meneken serangkaian perjanjian kontraktual dengan Cakrawala Lintas Benua, Sukses Indo Investama, Robin Lo, dan Effendy, untuk mengonsolidasikan kendali dan memperoleh manfaat ekonomi dari J&T Indonesia.
Adapun, baik Cakrawala Lintas Benua maupun Sukses Indo Investama telah meneken sejumlah perjanjian yang mengizinkan PT Cahaya Global Berjaya untuk mengkonsolidasikan kendali dan memperoleh manfaat ekonomi penuh atas J&T Indonesia.
Cahaya Global Berjaya merupakan perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh J&T Global Express melalui Winner Star Holding. Perusahaan tersebut memberikan dukungan teknis, dukungan bisnis, dan layanan konsultasi sebagai imbalan biaya layanan dari J&T Express Indonesia.
Manajemen Grup J&T mengatakan, melalui perjanjian kontraktual tersebut, Grup J&T memperoleh tiga manfaat. Pertama, memungkinkan Grup J&T untuk melaksanakan pengendalian yang efektif J&T Express Indonesia.
Kedua, menerima secara substansial seluruh manfaat ekonomi dari J&T Express Indonesia. Ketiga, memiliki opsi eksklusif untuk membeli seluruh atau sebagian kepemilikan di J&T Express Indonesia bila dan sepanjang diizinkan oleh hukum Indonesia.
Secara terpisah, praktisi hukum bisnis Frank Hutapea menyebut Grup J&T mengakui tidak memiliki saham satu lembar pun di perusahaan di Indonesia. Namun, perusahaan tersebut menikmati seluruh kepentingan ekonomi dari perusahaan di Indonesia.
Frank menambahkan, hingga saat ini memang belum ada pernyataan dari pemerintah mengenai dugaan pelanggaran hukum tersebut. Pemerintah diharapkan untuk tegas apakah perjanjian yang dipakai perusahaan asing untuk menikmati 100 persen dari benefit usaha di Indonesia meski kepemilikannya dibatasi hanya 49 persen melanggar pembatasan investasi asing atau tidak.
"Hal ini bisa jadi preseden bahwa UU yang membatasi kepemilikan asing bisa diputar atau bisa disiasati menggunakan cara seperti ini," ujarnya.
J&T Global Express akan mencatatkan sahamnya di Bursa Hong Kong pada akhir pekan ini, Jumat (27/10/2023). Dalam IPO ini, perusahaan yang didirikan oleh mantan CEO PT Indonesia OPPO Electronics Jet Jie Li itu menargetkan perolehan dana segar senilai HK$3,92 miliar atau setara dengan Rp7,9 triliun.