Bisnis.com, JAKARTA - Para pemimpin keuangan Wall Street menunjukan pandangan pesimis mengenai perekonomian karena konflik yang terjadi antara Israel dan Hamas yang telah menelan ribuan korban dan masih berlangsung.
Pandangan itu dilontarkan dalam acara tahunan di Arab Saudi yakni Future Investment Initiative (FII) di Riyadh, yang bertujuan untuk merundingkan kesepakatan dan biasanya digunakan oleh peserta untuk membangun hubungan dengan beberapa perusahaan terbesar di Arab Saudi dan dana kekayaan negara (sovereign wealth fund) senilai US$778 miliar.
Namun, konflik yang terjadi antara Israel dan Hamas dinilai menjadi lebih luas dan membayangi acara yang dijuluki "Davos in the Desert", sebuah penghormatan pada pertemuan tahunan para pemimpin dunia dan bos-bos perusahaan di Pegunungan Alpen, Swiss.
Contohnya, CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon mendorong Arab Saudi untuk tidak meninggalkan inisiatif yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) agar kerajaan tersebut menjalin hubungan resmi dengan Israel.
"Terlepas dari apa yang terjadi di Israel, saya mendorong Anda semua untuk terus melanjutkan upaya tersebut," jelas Dimon dalam acara tersebut, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (26/10/23).
Adapun Dimon menuturkan bahwa hal tersebut merupakan satu-satunya cara untuk mencapai tujuan tersebut dengan kepemimpinan dari Arab Saudi, untuk masyarakat Timur Tengah.
Baca Juga
Diketahui bahwa Arab Saudi menunda rencana yang didukung AS untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, mengisyaratkan adanya pemikiran ulang yang cepat dalam kebijakan luar negerinya.
Para pemimpin keuangan tersebut juga membahas bahwa dampak ekonomi dari perang yang dikombinasikan dengan rekor utang menciptakan latar belakang yang suram.
"Tidak diragukan lagi, jika hal-hal ini tidak diselesaikan, mungkin akan ada lebih banyak terorisme global, yang berarti lebih banyak ketidakamanan, yang berarti masyarakat akan merasa takut dan kita akan melihat kontraksi pada ekonomi kita," kata Ketua dan CEO BlackRock Laurence Fink.
Pendiri dana lindung (hedge fund) Bridgewater Associates Ray Dalio juga mengatakan bahwa jika melihat jangka waktu, kebijakan-kebijakan moneter yang akan dilihat dan seterusnya, maka akan berdampak lebih besar pada dunia.
"Dan Anda melihat kesenjangan di dunia, jadi sulit untuk merasa optimistis tentang hal itu,” terangnya.
CEO HSBC Group Noel Quinn juga memperingatkan akan bahaya utang pemerintah yang besar. Ia khawatir bahwa akan adanya titik kritis pada defisit fiskal.
Menurutnya, ketika hal tersebut terjadi, maka akan terjadi dengan cepat dan ada sejumlah perekonomian di dunia yang mungkin akan mengalami titik kritis dan akan sangat terpukul.
Di lain sisi, Presiden Bank Dunia (World Bank) Ajay Banga juga menuturkan bahwa ketegangan geopolitik yang meningkat akibat konflik Timur Tengah merupakan ancaman terbesar bagi perekonomian dunia.
"Ada begitu banyak hal yang terjadi di dunia dan geopolitik dalam peperangan yang Anda lihat, dan apa yang baru saja terjadi di Israel dan Gaza. Pada akhirnya, ketika Anda menggabungkan semua ini, saya pikir dampaknya terhadap pembangunan ekonomi bahkan lebih serius," jelas Banga.