Bisnis.com, JAKARTA - S&P Global Ratings telah memangkas prospek kredit Israel menjadi negatif seiring meningkatnya risiko bahwa perang dengan Hamas dapat menyebar lebih luas dan berdampak pada ekonomi.
S&P Global Ratings telah mempertahankan peringkat Israel pada AA-, yakni nilai tertinggi keempat lantaran perang yang terjadi dapat meluas dan memiliki dampak yang besar bagi perekonomian negara tersebut dari pada yang diharapkan.
"Perang Israel vs Hamas bisa menyebar lebih luas atau memengaruhi metrik kredit Israel lebih negatif daripada yang kami perkirakan," jelas analis Maxim Rybnikov dan Karen Vartapetov, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (25/10/2023).
Keduanya juga berasumsi bahwa konflik Israel vs Hamas akan tetap terpusat di Gaza dan berlangsung tidak lebih dari tiga hingga enam bulan.
S&P dalam pernyataannya pada Selasa (24/10) memperkirakan perekonomian israel menyusut menjadi 5% pada kuartal IV/2023 dibandingkan tiga bulan sebelumnya, di tengah gangguan keamanan dan berkurangnya aktivitas bisnis.
Penyusunan sejumlah besar reservasi, penghentian pariwisata asing dan guncangan kepercayaan yang lebih luas juga akan merugikan pertumbuhan ekonomi dalam tiga bulan terakhir tahun ini, sebelum rebound pada tahun 2024.
Baca Juga
S&P juga dapat menurunkan peringkat jika konflik meluas secara material, risiko keamanan yang meningkat dan geopolitik yang dihadapi Israel.
Peringkat tersebut juga dapat dipangkas dalam 12-24 bulan ke depan jika dampak konflik terhadap pertumbuhan ekonomi, posisi fiskal, dan neraca pembayaran Israel terbukti lebih signifikan dari yang mereka perkirakan saat ini.
Adapun, outlook tersebut juga dapat direvisi menjadi stabil jika konflik telah terselesaikan sehingga risiko keamanan regional dan domestik menjadi berkurang tanpa memberikan dampak serius jangka panjang pada ekonomi dan keuangan publik Israel.
Untuk diketahui, Moody's Investors Service juga meninjau ulang peringkat utang Israel dan ada kemungkinan adanya penurunan. Fitch Ratings juga menempatkan peringkat kredit negara itu dalam pantauan negatif. Keduanya merujuk pada konflik tersebut.
Berdasarkan catatan Bisnis, Presiden Bank Dunia (World Bank) Ajay Banga juga menuturkan bahwa meningkatnya ketegangan geopolitik dapat menjadi ancaman terbesar bagi perekonomian dunia.
Akibat risiko yang cenderung berpindah-pindah, Banga akan sangat berhati-hati untuk terpaku pada satu hal dan mengabaikan hal yang lain.
“Saya pikir kita berada di persimpangan yang sangat berbahaya,” jelas Banga.