Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan penyebab atau biang kerok melemahnya nilai tukar rupiah akhir-akhir ini.
Dia menegaskan bahwa anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lantaran tekanan yang terpicu oleh situasi global.
Menurutnya, tekanan turut bersumber dari gejolak ekonomi di Negeri Paman Sam. Bahkan, dia menilai suku bunga acuan AS dimungkinkan masih terus naik, demi meredam inflasi tinggi
Hal ini disampaikannya usai Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melaporkan perkembangan nilai tukar rupiah kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Senin (23/10/2023).
Dia mengatakan bahwa fenomena global saat ini dengan Amerika Serikat masih menghadapi inflasi yang cukup tertahan tinggi dan kondisi ekonomi yang masih cukup kuat.
"Mereka memberikan signal atau dibaca oleh market bahwa higher for longer akan terjadi dan ini menyebabkan banyak terjadinya capital flowing back ke Amerika Serikat,” tuturnya di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (23/10/2023).
Baca Juga
Adapun, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup makin melemah nyaris tembus Rp16.000 pada perdagangan hari ini, Senin (23/10/2023).
Sederet mata uang kawasan Asia lainnya juga tergerus oleh dolar AS yang kian mengganas.
Berdasarkan data Bloomberg dikutip Senin, (23/10/2023) pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup melemah 0,38% atau 61 poin ke level Rp15.933 per dolar AS, pelemahan rupiah menjadi yang terdalam dibanding mata uang Asia lainnya.
Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau menguat 0,04% ke posisi 106,20 pada sore ini.
Lebih lanjut, Sri Mulyani melanjutkan bahwa fenomena itu turut menyebabkan dolar index menguat di angka 106.
Bahkan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sebelumnya mengatakan dolar index berada di angka 93.
Sri Mulyani mengataka. dolar AS itu kuat secara global. Pemerintah akan terus sinkronkan kebijakan moneter dan fiskal agar dalam situasi di mana pemacunya adalah negara seperti Amerika Serikat dampaknya ke ekonomi kita bisa dimitigasi dan diminimalkan.
"Baik terhadap nilai tukar, inflasi, maupun terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Itu yang terus kita lakukan insentif," tuturnya.
Selain itu, Sri Mulyani melanjutkan bahwa pemerintah akan terus memantau pelamahan rupiah terhadap dolar AS terkait dengan asumsi makro tersebut khususnya berkaitan dengan subsidi energi.
Mengingat hingga saat ini, semua harga terus bergerak termasuk, harga minyak, nilai tukar, suku bunga.
"Kita akan lihat bagaimana adjustment-nya terhadap APBN. Soal subsidi energi, kita sampai hari ini belum melihat itu sebagai hal yang signifikan, paling tidak sekarang kita lihat perkembangan di mid east yang masih kita jaga dan waspadai, karena kan di sana konsentrasi produksi minyak," pungkas Sri Mulyani.