Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (Aepi) Khudori memperkirakan surplus beras akhir tahun mencapai 662.000 ton. Namun, angka tersebut dinilai tidak cukup untuk menjaga kestabilan harga beras pada awal 2024.
Khudori menuturkan, pemerintah sudah memberikan kuota impor beras tambahan 1,5 juta ton untuk memastikan pemerintah memiliki cadangan beras pada awal tahun depan guna menjaga pasar kondusif. Selain itu, di luar kuota tambahan, pemerintah telah mengamankan 1 juta ton beras dari China.
“Hitung-hitungan saya, dengan kondisi saat ini akhir tahun nanti surplus beras di Bulog sekitar 662.000 ton. Ini tidak cukup untuk memastikan pasar tidak bergejolak di awal tahun depan,” kata Khudori kepada Bisnis, dikutip Senin (23/10/2023).
Khudori mengingatkan bahwa Februari 2024 Indonesia akan menggelar Pemilihan Presiden (Pilpres). Sebelum itu, akan ada kampanye dan kegiatan-kegiatan outdoor yang membutuhkan banyak logistik pangan. Belum lagi, partai politik dan calon legislatif yang kemungkinan bakal membagi-bagikan sembako.
Selesai Pilpres, Indonesia memasuki bulan Ramadan pada Maret dan Idulfitri pada April 2023, di mana semua ini akan diikuti dengan kenaikan konsumsi.
Lebih lanjut, Khudori menuturkan, karena Desember 2023 tak ada bantuan pangan beras, dapat dipastikan bahwa periode Desember 2023-Januari 2024, harga beras akan melambung tinggi.
Baca Juga
Menurut dugaannya, pemerintah akan kembali menggelontorkan bantuan pangan sebanyak 640.000 ton beras untuk 3 bulan, Januari hingga Maret 2024.
Ditambah operasi pasar dan lainnya, menurut perhitungan Khudori, pemerintah perlu tambahan impor 600.000 ton hingga 1 juta ton.
“Tinggal dipastikan apakah yang komitmen dari China yang bisa memenuhi itu atau yang tambahan kuota impor 1,5 juta ton yang diberikan ke Bulog beberapa hari lalu,” ujarnya.
Untuk itu, pemerintah dinilai perlu melakukan evaluasi secara terus-menerus untuk menyesuaikan kebijakan yang ada.
“Volume tambahan impor harus dihitung cermat agar tidak kelebihan yang nantinya banyak menimbulkan mudarat,” ungkapnya.
Di samping itu, Khudori belum bisa memperkirakan bagaimana situasi produksi tahun depan. Ada kemungkinan produksi tahun depan tertekan akibat dampak El Nino.
“Panen yang biasanya akhir Februari atau awal Maret bisa mundur 2 bulan,” pungkasnya.